KedaiPena.Com – Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur menargetkan akan memperoleh dana pinjaman sebesar Rp3 triliun dari Cina untuk membiayai pembangunan infrastruktur jalan ruas provinsi yang rusak di daerah setempat.
Philipus Kami, Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nasional (AMAN) wilayah Flores Lembata meminta Pemprov NTT berhati-hati dalam mencari pinjaman, terutama dari luar negeri.
“Saya kira kalau pemprov akan melakukan pinjaman dana dari luar negeri, maka perlu dianalisa dengan baik. Supaya tidak berdampak utang jangka panjang pada generasi kita kedepan,” kata dia saat dikonfirmasi oleh KedaiPena.Com, ditulis Rabu (15/5/2019).
Philipus mengatakan, mempercepat pembangunan infrastruktur untuk membuka isolasi bagi daerah-daerah tertinggal di seluruh wilaya NTT tentu membutuhka perencanaan yang tepat. Dan berfungsi untuk kepentingan masyarakat NTT.
“Dalam perencanaan tentu acuannya adalah UU 25/2004 tentang Perencanaan Nasional. Harapan kita, pemprov melibatkan dan mendengar apa kata masyarakat,” lanjut Philipus.
Anggota DPRD Kabupaten Ende ini juga menjelaskan pembangunan insfrastruktur jalan tentu menjadi perhatian serius tidak hanya Pemprov NTT, tapi juga pemerintah pusat. Jadi diharapkan terjadi kolaborasi antara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten.
Politisi Demokrat ini juga mendorong Pemprov NTT untuk mengolaborasi anggaran dari pusat, propinsi dan kabupaten. Atau boleh juga dengan membangun per zona.
“Misalnya Flores Lembata, kemudian Timor, Sumba, Alor, Rote dan Sabu,” terang mantan aktivis ini.
“Kalau perencanaan seperti ini tentu kita masih menggunakan dana kita sendiri, dan belum berniat untuk pinjam. Kalau pun pinjam, kita pinjam saja pada pemerintah pusat dulu saran kita,” tutup Philipus.
Diketahui Pemerintah Propinsi NTT melalui Wakil Gubernur Joseph Nae Soi saat melakukan kunjungan ke Manggarai beberapa waktu lalu menginformasikan bahwa pihaknya akan mencari pinjaman dana Rp3 triliun kepada investor Cina.
“Kami akan melakukan pinjaman senilai Rp3 triliun, untuk membangun infrastruktur jalan provinsi yang rusak berat,” kata Wagub Nae Soi.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan kekhawatirannya atas sikap dari investor asal Cina yang tidak segan untuk melakukan suap agar dapat berinvestasi dan mendapatkan proyek di Indonesia.
Kekhawatiran tersebut disampaikan oleh Wakil Ketua KPK, Laode M. Syarif
dalam seminar yang bertema “Bersama Menciptakan BUMN Bersih melalui Satuan Pengawasan Intern (SPI) yang Tangguh dan Terpercaya”, di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (9/5/2019).
Syarif mengungkapkan berdasarkan data di tahun 2018 soal negara-negara yang banyak melibatkan uang pelicin atau suap, Cina menempati posisi pertama. Sedangkan, Indonesia ada di posisi keenam.
“Itu dari data, paling banyak yang melakukan suap adalah Cina. Makanya pas mereka melakukan investasi harus hati-hati,” ujar Syarif.
Laporan: Yopie Moon