Artikel ini ditulis oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)
Kurs rupiah tertekan, tembus Rp15.250 per dolar AS. Inipun mungkin sudah dibantu intervensi BI. Tanpa intervensi, kurs rupiah mungkin sudah tembus Rp15.500, atau bahkan Rp16.000 per dolar AS. Melemahnya kurs rupiah sudah dapat diperkirakan. Jadi tidak ada yang mengejutkan.
Dana asing keluar dari dalam negeri, atau capital outflow, juga sudah dapat diperkirakan. Jumlah dana asing yang kabur dari pasar SBN (Surat Berharga Negara) mencapai Rp148 triliun, sekitar 10 miliar dolar AS, sepanjang tahun hingga 22 September 2022.
Mungkin capital outflow ini belum mencapai puncaknya, artinya masih bisa terjadi outflow yang lebih besar lagi, yang pastinya juga akan semakin menekan kurs rupiah.
Karena pada prinsipnya no free rides. Tidak ada pihak yang bisa mengambil keuntungan dari kebijakan pihak lain, tanpa usaha.
Dan no free lunch, tidak bisa mengambil keuntungan secara gratis, tanpa mengeluarkan biaya.
Bayangkan, untuk melawan inflasi global, Bank Sentral AS, the FED, menaikkan suku bunga acuan hingga 3 persen, sejak Maret hingga September 2022.
Sedangkan Bank Indonesia hanya menaikkan suku bunga acuan sebesar 0,75 persen saja, masing-masing 0,25 persen dan 0,5 persen pada Agustus dan September 2022.
Akibatnya, selisih bunga acuan antara AS dan Indonesia menyempit. Dari sebelumnya sekitar 3,25 persen menjadi 1,0 persen. Suku bunga acuan AS saat ini sekitar 3,25%, dan Indonesia 4,25%. Hal ini tentu saja memicu dolar kabur keluar, dan kurs rupiah terpuruk.
Bank Indonesia terlalu percaya diri, mengambil kebijakan moneter penuh risiko. Membiarkan selisih suku bunga acuan the FED dan BI menipis. Kalau ini terus berlanjut, dolar pasti akan terus mengalir keluar, kurs rupiah akan terus tergelincir.
Masalahnya, inflasi AS masih tinggi meskipun agak menurun. Inflasi Agustus 2022 masih 8,3 persen, hanya turun sedikit dari 8,5 persen pada Juli dan 9,1 persen pada Juni 2022.
Tingkat inflasi ini masih sangat tinggi dibandingkan target inflasi AS sebesar 2,0 persen. Maka itu, the FED akan terus menaikkan suku bunga acuan sampai target inflasi tercapai. Diperkirakan, the FED masih akan menaikkan suku bunga acuan sekitar 1,25 persen lagi, hingga akhir tahun 2022, menjadi sekitar 4,5 persen.
Bagaimana dengan Bank Indonesia? Apakah masih berusaha free riding, dan ‘free lunch’?
[***]