KedaiPena.Com – Dolar semakin menujukan keperkasaannya. Pasalnya, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menembus angka Rp 15.029.
Ekonom INDEF Abra Talattov menilai gejola nilai tukar rupiah sudah lampu merah. Posisi ini, kata Abra, melanjutkan level terendah sejak krisis 1998.
“Pemerintah dan BI harus mampu menjaga kepercayaan pasar bahwa upaya penyelamatan Rupiah yang sedang dilakukan pemerintah dilakukan secara struktural dan berdimensi jangka panjang,†ujar Abra kepada KedaiPena.Com, Rabu (5/9/2018).
Selain mengancam para spekulan valas, kata Abra, pemerintah mestinya juga memberi contoh dengan mendorong para pejabat dan BUMN untuk menukarkan sebagian aset dolar AS ke rupiah.
“Jadi tidak hanya mendesak eksportir untuk menukarkan devisa Hasil Ekspor (DHE) ke rupiah,†ungkap Abra.
Ajakan penukaran rupiah tersebut, lanjut Abra, penting guna menciptakan stabilitas psikologis masyarakat.
“Hal yang paling dikhawatirkan ialah kalau sampai gejolak rupiah saat ini menciptakan sentimen negatif yang semakin membesar menjadi kecemasan massal,†beber Abra.
Abra menambahkan, berkaca kepada kenaikan BI-7DRR sepanjang tahun ini tidak terlalu efektif meredam gejolak nilai tukar rupiah. Bahkan, BI masih tetap harus menguras cadangan devisa yang demikian besar USD 13,69 miliar.
“Dalam kondisi saat ini, otoritas moneter justru harus mengirimkan sinyal bahwa BI akan medukung target pertumbahan ekonomi dengan cara mendorong penyaluran kredit perbankan di sektor riil,†tutur Abra.
“Sehingga akan tetap mempertahankan daya saing produk ekspor Indonesia. Peningkatan ekspor ini akan membantu memperkecil defisit transaksi berjalan,†tambah Abra.
Selain itu, lanjut Abra, aneka upaya memperbaiki defisit transaksi berjalan juga mesti disampaikan secara baik kepada investor.
“Jangan sampai rencana kenaikan PPH barang impor dibaca sebagai bentuk proteksi yang berlebihan sehingga justru memantik tindakan balasan (retaliasi) dari para mitra dagang,†pungkas Abra.
Sri Kembali Berdalih
Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani penetapan asumsi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS belum dalam kondisi tekanan krisis ekonomi di beberapa negara saat ini.
Usai penetapan, kata Ani begitu ia disapa, ternyata terjadi gejolak ekonomi global seperti perang dagang AS dan Cina hingga krisis ekonomi Turki dan Argentina. Sri Mulyani menyebut gejolak ekonomi global tersebut sebagai ‘perfect storm’.
“Kurs saya sampaikan waktu kita bahas dengan dewan sampai bulan sebelum Juli kita ketok ‘range’ waktu itu Rp 13.800-Rp 14.000, semua anggota dewan setuju kami terima, BI angguk (setuju),” ujar Ani.
“Buat kita ini merupakan kejutan. Maka sentimen itu ditambah ‘global environment’ Argentina masuk IMF, Turki juga seperti itu, termasuk ‘perfect storm’,” terang Ani.
Laporan: Muhammad Hafidh