KedaiPena.com – Belum disepakatinya nilai karbon dinyatakan perlu menjadi perhatian dalam diskusi para negara yang hadir dalam perhelatan G20 di Bali. Dinyatakan, salah satu penyebabnya adalah terlalu jauhnya perbedaan antara harga karbon di negara maju dengan negara berkembang.
Diketahui, harga kredit karbon di negara maju, mencapai US$ 100 per ton CO2. Sedangkan harga kredit karbon di negara berkembang nyaris lima sampai delapan kali lipat lebih rendah, yakni US$ 20, bahkan US$ 15 per ton CO2.
Menteri Investasi Bahlil Lahadalia menyatakan perbedaan ini terjadi karena formula untuk menghitung penetapan harga kredit karbon menyesuaikan kondisi masing-masing negara.
“Negara yang membutuhkan investasi jumbo karena lahan dan sumber dayanya terbatas akan memiliki harga kredit karbon yang besar. Sedangkan negara yang memiliki lahan yang cukup untuk penanaman mangrove dan karang, seperti Indonesia, memiliki harga kredit karbon yang lebih kecil,” kata Bahlil dalam rangkaian acara KTT G20 di Bali, Senin (14/11/2022).
Ia menyatakan bahwa masalah harga kredit karbon perlu dibahas bersama dalam forum-forum G20.
“Ada tiga isu penting yang perlu dirampungkan di tingkat menteri dalam pertemuan anggota-anggota negara G20. Pertama, inisiatif untuk mendorong hilirisasi suatu industri. Hilirisasi menjadi kunci tata-kelola sumber daya alam agar lebih memiliki nilai tambah,” ungkapnya.
Selanjutnya, masalah kedua adalah investasi yang inklusif, yang melibatkan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
“Ketiga, penyederhanaan regulasi. Regulasi itu diharapkan dapat menghasilkan dunia usaha yang lebih trnasparan dan efisien,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa