KedaiPena.Com- Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi Partai Demokrat Bambang Purwanto menilai, program unggulan rezim pemerintahan Presiden Jokowi yakini lumbung pangan atau food estate salah urus.
Pasalnya, kata Bambang begitu ia disapa, dalam kenyataanya pemerintah yang mencanangkan lahan 30 ribu hektar yang dibagi pada dua kabupaten di Kalimantan Tengah, yakni 10 ribu ha di Kabupaten Pulpis, dan 20 ribu ha di Kabupaten Kapuas belum maksimal.
“Lahan itu ditargetkan dengan mengoptimalkan lahan petani yang sudah ada dengan bantuan serta biaya yang cukup besar, didukung semangat petani yang luar biasa karena merasa mendapat perhatian pemerintah,” kata Bambang, Minggu, (7/2/2021).
Namun kenyataannya, lanjut Bambang, dari luas itu, hanya seluas 1000 ha, di Kecamatan Maliku, Kabupaten Pulang Pisau yang menuai hasil maksmal. Sementara di, Kabupaten Kapuas, seperti di Desa Terusan Makmur dan Terusan Kriya Kecematan Bataguh, hanya seluas 6000 ha yang hasilnya optimal.
“Yang lain belum sesuai harapan karena irigasi, pintu air dan lain sebagainya rusak,” papar Bambang.
Bambang menambahkan, mekanisme kerja terpadu yang tidak terkoordinir dengan baik antar lintas Kementerian atau Lembaga menjadi persoalan utama.
“Kementerian PUPR lambat turun yang berakibat perbaikan irigasi juga pintu air sama JUT ( Jalan Usaha Tani ) rusak berat serta jembatan belum mulai tentu hal ini akan berpengaruh terhadap hasil panen juga ketika panen bakal kesulitan mengangkut hasil panen,” tegas Bambang.
Disisi lain Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), tegas Bambang,
sebagai ujung tombak partanian untuk membimbing petani dengan cakupan luas wilayah dan medan yang sulit belum mendapat perhatian serius.
“Utamanya pelatihan untuk meningkatkan kemampuan seiring tenologi yang terus berkembang serta biaya operasional 400 rb/bulan sangat minim. Kenapa bisa terjadi hal seperti ini di kegiatan mega proyek yang menjadi kebanggaan kita semua,” tanya Bambang.
Oleh sebab itu, lanjut Bambang, sebuah kegiatan yang melibatkan beberapa Kementerian dan Lembaga harus merupakan kerja terpadu.
Bambang juga menilai, semua kerja terpadu harus diawali dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) menteri yang menegaskan siapa berbuat apa dan bertanggung jawab apa.
Hal itu, kata dia, termasuk kapan harus mulai bekerja, juga siapa menampung hasil panen harusnya dibuat dan diterapkan dengan jadwal yang jelas pula.
“Setelah mekanisme kerja telah disepakati bersama kemudian siapa penanggung jawab kegiatan itu juga harus jelas dan harus menguasai betul, ketika penanggung jawab tidak menguasai tentu hasilnya pasti amburadul sehingga program yang bagus sekalipun tidak akan sesuai dengan harapan semula, inilah problemnya,” papar Bambang.
Bambang menegaskan, jika program food estate merupakan langkah cerdas perlu di apresiasi, sebagai solusi lahan sawah di Jawa yang kian berkurang akibat kebutuhan perumahan serta akan mengancam ketahanan pangan nasional.
“Harapan Presiden hasilnya harus optimal sehingga dapat sebagai percontohan daerah lain tinggal datang dan belajar di foot estate,” tandas Bambang yang merupakan legislator Kalteng ini.
Laporan: Muhammad Hafidh