Artikel ini ditulis Syafril Sjofyan, Pemerhati Kebijakan Publik, Sekjen FKP2B, Aktivis Pergerakan 77-78.
Maksud hati mau memperbaiki KUHP (Kitab Undang Hukum Pidana) karya penjajahan Belanda. Ternyata oh ternyata lebih kuno dari penjajahan. Kekuasaan malah menjajah bangsa sendiri. Menekan rakyat untuk langgeng dan amannya kekuasaan. Memberangus demokrasi. Otoriter.
Pasal-pasal RKUHP penuh dengan style pemerintah China Komunis. Pemerintah punya kekuasaan penuh terhadap denyut nafas rakyatnya. Bertentangan dengan pasal UUD 45. Jelas.
Jika RKUHP dibaca oleh dunia internasional, terutama Negara demokrasi. Hancur. Indonesia pasti tidak lagi masuk sebagai Negara Demokrasi terbesar. Sebelumnya pada rezim Jokowi, sudah menyajikan anjloknya indeks demokrasi.
Kenapa disebut rezim Jokowi. Karena Koalisi gendut parpol 82% di legislatif. Tinggal mengamini semua rancangan produk hukum yang diajukan. Dukungan parpol dengan ‘permen’ kekuasaan telah membuat anggota DPR, tinggal diatur ketua-Ketua partai. Partai yang telah dapat kue kekuasaan sebagai menteri, wamen, dubes dan komisaris BUMN. Apakah ada bukti?.
Ada banget. UU Minerba yang memanjakan oligarki (baca: sekelompok penguasa, mengatur segalanya) ekonomi lolos.
UU Cipta Kerja, UU yang heboh. Hampir seribu halaman. Berubah-ubah. Beratus aturan turunan, diatur sendiri oleh Eksekutif (baca Presiden).
UU yang secara syah diputuskan inskonstitusional oleh MK. Namun banci masih memberlakukan 2 tahun oleh MK. Baru-baru ini oleh seniman unras dengan ciamik MK sebagai Mahkamah Kasur. Maksudnya mungkin kelamin.
UU IKN proyek memindahkan ibukota, UU super cepat. Hanya berdasarkan ide dan keinginan sang Presiden semata. 2024 mau upacara 17 Agustusan di ‘sono’. Bukan keinginan rakyat.
Semua tergelar di zaman now. Anggota DPR yang dipilih melalui pemilu dengan biaya besar dari APBN. Digaji tinggi oleh rakyat. Hanya duduk nyaman. Semua tinggal beres. Semua oke. Parah kan.
Di zaman Orba DPR dikenal dengan 3 D (Datang, Duduk, Duit). Alamak enak sekali di zaman now. Bukan lagi duduk, bisa sembari tiduran dirumah, heh mungkin juga di hotel. (Baca: selama lebih 2 tahun covid). Duit sidang tetap dong.
Rakyat? Tidak diam. Bergelombang protes mereka sewaktu RUU tersebut. RUU KPK, RUU Cipta Kerja. Mereka unjuk rasa. Waduh sewaktu Unras yang dilindungi konsitusi. Mereka dapat kekerasan aparat secara brutal. Aparat yang digaji rakyat. Tidak segan mengejar-ngejar para pendemo. Sampai jauh dari pusat unras.
Ketika rakyat para pendemo tertangkap. Menjadi bulan-bulanan. Puluhan bogem dan tendangan lars, nyasar diperut dan dikepala mereka. Polisi tidak lagi mengayomi? Mereka “lupa” dengan tugas menjaga unras untuk menyampaikan aspirasinya.
Sadis. Kekuasaan tidak lagi mengenal anak (rakyat). Waktu itu ada yang mati, banyak yang luka, sebagian di penjara. Aktivis yang tidak ada di lapangan unras. Di tangkap ditengah malam/subuh, dengan hukum, pasal yang diadakan. Aktivis ditangkap di tengah malam. (baru-baru ini ternyata tidak mempan bagi artis kondang NM).
Namun “kesadisan” kekuasaan rupanya ternyata tidak cukup menutup dahaga. Mereka sepertinya selalu haus untuk berkuasa secara otoriter. Memberangus demokrasi melalui peraturan hukum.
Contek kepada negara China Komunis. Negara otoriter. Bukan Negara Demokrasi. Rejim Jokowi (baca eksekuti dan legislatif sudah satu paket) “mengakali” niat suci memperbarui KUHP peninggalan jaman Penjajah Belanda, untuk lebih merdeka.
Melalui RKUHP yang sebentar lagi mau disahkan Juli 2022. Menyisipkan banyak pasal-pasal ancaman penjara dan sanksi denda besar. Di antaranya Pasal 273, 354 dalam penyampaian pendapat. Padahal sebenarnya sangat dijamin UUD 45.
Bahkan ada pasal yang mempidana dan sanksi denda buat rakyat yang tidak mampu membeli bendera (sudah kusam). Seharusnya Negara menyediakan.
Pasal-pasal yang sangat ringan tangan terhadap ancam mengancam rakyatnya. Pidana penjara dan denda. Terlalu. Rakyat harus menolak pasal-pasal pembungkaman tersebut.
Pasal yang multitafsir yang membuat aparat semakin berkuasa menindas. Terutama pasal di dalam RKUHP yang tidak sejalan dengan semangat reformasi di Indonesia. Sudah mengancam demokrasi serta persatuan kesatuan bangsa Indonesia.
Wakil Rakyat? di DPR sudah tidak bisa dipercaya. Elit Kekuasaan paling menyatakan kami putuskan. Silakan judicial review ke MK. Seniman melalui unras menyatakan Mahkamah Kasur. Kelabu semakin kelam. Perlu perubahan. Segera.
[***]