KedaiPena.Com – Saat ini adalah saat untuk menyikapi isu Lesbi, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) dengan baik dan benar. Lakukan tindakan-tindakan preventif untuk mencegah generasi selanjutnya ikut-ikutan menjadi LGBT. Hal itu ditegaskan Ketua Umum Suara Kreasi Anak Bangsa (SKAB) Dodi Prasetya Azhari kepada KedaiPena.Com, Selasa (23/2).
“Begitupun peran media harus aktif mencegah hal ini, terutama media elektronik, tontonan yang di sajikan harus dapat menjadi tuntunan yang baik dan bermuatan edukasi yang tinggi, hindarkan tayangan mempertontonkan yang dapat menyebabkan berkembangnya LGBT,” ujar dia.
Berbicara dengan Indonesia berarti berbicara hukum, karena Indonesia adalah negara berdasar hukum. Mungkin sudah banyak pro LGBT yang menyuarakan atas Hak LGBT yang dilindungi oleh Undang-Undang Dasar 1945.
“Kaum LGBT dianggap punya hak untuk hidup, hak untuk tinggal di Indonesia, hak untuk tidak didiskriminasi dan lain-lain, yang masuk dalam cakupan Hak Asasi Manusia (HAM). Namun pertanyaannya, mampukah Negara melindungi mereka dari ancaman serta diskriminasi dari pada kelompok radikal dan fundamentalis yang sedikit banyak juga masih bertebaran di bumi pertiwi ini,” sambung dia.
Yang jadi pertanyaan, mengapa orang-orang yang menyuarakan pro LGBT ini hanya berbicara berdasarkan perspektif Undang-Undang Dasar 1945? Ada pendapat yang menyatakan bahwa UU dan Pancasila adalah sama-sama pilar negara Indonesia, walaupun ada juga yang tidak sependapat.
“Oke merujuk pendapat tersebut, jika seandainya kita melihat LGBT ini dengan perspektif Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, dalam hal ini sesama pilar Negara, maka disini telah terjadi pertentangan antara keduanya,” imbuh dia.
Memang UUD Dasar 1945 dapat digunakan sebagai wadah perlindungan untuk LGBT ini, namun di Pancasila, LGBT ini adalah sebuah pertentangan. Sila Pertama, Ketuhanan yang maha Esa. Artinya seluruh rakyat Indonesia haruslah percaya dan takwa kepada Tuhan yang Maha ESA sesuai dengan agama dan keyakinan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab serta seluruh nilai-nilai kehidupan rakyat harus berdasar kepercayaan atau agama.
“Merujuk dari hal tersebut, kenyataannya bahwa dari enam agama yang diakui di Indonesia, keenamnya menentang keras LGBT ini, sehingga dapat disimpulkan bahwa LGBT ini adalah bertentangan dengan Pancasila, Ketuhanan yang Maha Esa,” Dodi melanjutkan.
Kemudian akan menimbulkan pertanyaan, mana yang kedudukannya lebih tinggi UUD atau Pancasila. Mari lihat penggalan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, “maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan perwakilan, serta mewujudkan Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”.
“Faktanya bahwa dasar dari Undang-Undang itu adalah Pancasila. Jadi berdasarkan ulasan di atas bahwa memang kedudukan Pancasila lebih tinggi dari pada Undang-Undang Dasar 1945, maka sudah seharusnya apabila terjadi benturan seperti ini maka Undang-Undang Dasar 1945 dapat dikesampingkan demi menjaga kesakralan Pancasila sebagai norma dasar Negara. Sehingga siapapun yang pro terhadap LGBT dengan berdasar HAM yang terhimpun di dalam UUD 1945 adalah tidak tepat karena bertentangan dengan Pancasila yang merupakan norma dasar Negara Republik Indonesia,” tandas dia.
(Prw/Foto: Istimewa)