KedaiPena.Com – Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi dinilai asal mangap. Hal ini, disampaikan oleh Begawan Ekonomi Rizal Ramli merespons alasan kelangkaan dan melonjaknya harga kedelai.
Lutfi sendiri sebelumnya menyebut kelangkaan dan melonjaknya harga kedelai dipicu El Nina di kawasan Amerika Selatan dan kebutuhan pakan miliaran babi di China.
RR sapaanya melalui tulisan di Twitter merasa Lutfi asal-asalan melayangkan alasan. Dirinya bahkan membuat emotikon tertawa menyikapi alasan mantan Dubes Indonesia untuk Amerika Serikat itu.
“Mentri Perdagangan asal mangap. Ngeles, kok, ngasal,” tulis dia di Twitter akun @RizalRamli, Senin (21/2/2022).
Senada RR, Mantan Komisioner Ombudsman RI, Alvin Lie, juga menyoroti alasan Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi, terkait naiknya harga kedelai di Indonesia.
Dalam pemaparannya, Mendag M Lutfi menyebut salah satu penyebab kenaikan kedelai karena miliaran babi di China. Para peternak babi di China kini menggunakan kedelai sebagai pakan.
“Seakan-akan miliaran babi di China itu mendadak hadir dalam 1 bulan terakhir. Beginilah jadinya kalau menteri tidak paham pokok permasalahan,” kritik Alvin Lie dikutip dari akun Twitternya.
Melihat alasan-alasan yang dipaparkan tersebut, Alvin Lie pun ragu persoalan kenaikan harga kedelai yang kini lebih dari Rp 11 ribu.
“Pokok masalahnya aja dia enggak paham. Bagaimana mau mengatasinya?” tandasnya.
Sebelumnya, Muhammad Lutfi menyebut terdapat beberapa faktor yang membuat harga kedelai dunia melonjak, salah satunya yakni terjadi La Nina yang sangat basah di Argentina dan Amerika Selatan.
Kondisi itu menyebabkan suplai kedelai menjadi sangat terbatas, sehingga harga menjadi naik.
Selain itu, terdapat restrukturisasi dari peternakan binatang di China. Negara tirai bambu itu kini membuat kebijakan bahwa lima miliar babi diberi makan kedelai.
“Jadi,permintaannya sangat tinggi menyebabkan harga sangat tinggi. Nah, ini yang menyebabkan harga kedelai di Indonesia juga tinggi,” ujar Lutfi dalam keterangan persnya, Kamis (17/2/2022).
Di sisi lain kebutuhan dalam negeri cukup tinggi, yakni sebanyak tiga juta ton tahun, namun pasokan domestik baru mencapai 500 ribu sampai 750 ribu ton per tahunnya.
Dengan demikian, 80-90 persen dari kebutuhan nasional masih diimpor dari sejumlah negara.
Laporan: Muhammad Lutfi