KedaiPena.com – Ketua Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) cabang kota Bekasi, Eko S. Nugroho mengatakan, New Normal merupakan sebuah perubahan fase dari kebingungan menuju kejelasan menangani wabah Covid-19.
“New Normal itu adalah sebuah fase masa yang tadinya kita dalam fase kita kebingungan menangani Covid-19 menjadi sebuah fase yang sudah jelas bagaimana kita akan menangani Covid-19, mangkanya ada yang di sebut New Normal,” kata Eko kepada KedaiPena.Com, Jumat, (5/6/2020).
Selain itu, Kata Eko, saat ini yang beredar di masyarakat adalah new normal namun untuk pemerintah provinsi Jawa Barat yang memperkenalkan sebagai Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB).
Eko pun menjelaskan definisi AKB adalah melakukan aktivitas dan kebiasaan baru di tengah-tengah saat adanya wabah Covid-19.
“Aktivis baru disini adalah cara melakukan aktivitas yang barunya, misalnya tadinya kita belanja ke pasar lalu di batasi ke pasar, dan sekarang sudah boleh nih ke pasar tapi dengan kebiasaan barunya, caranya itu harus menggunakan masker, harus menghindari kontak fisik atau tetap menjaga jarak,” jelas dia.
Selanjutnya, Eko mengaku setuju, dengan keputusan pemerintah yang akan membuka dengan bertahap seperti membuka tempat ibadah dan mall namun harus tetap menggunakan cara baru dan kebiasaan baru.
“Seperti boleh ke masjid tapi tetap pakai masker serta tetap jaga jarak. Jadi kita melakukan aktivitas dengan cara baru di tengah suasana yang masih ada resiko tinggi tertular,” tambahnya
Menurutnya, dalam konteks kesehatan publik dari segi kedokteran dan kesehatan aktivitas kebiasaan baru dapat dilakukan jika kurva atau angka penularan Covid-19 sudah terbukti turun drastis.
“Artinya dapat beraktivitas dengan resiko yang tidak tinggi. Selain itu syarat yang kedua jika new normal itu di terapkan harus sudah di temukan vaksin tersebut,” katanya
Meski demikian, Eko menilai, saat ini sudah banyak yang mengeluh dengan penerapan PSBB lantaran roda ekonomi yang tidak berjalan.
“Tetapikan banyak yang mengatakan sampai kapan hal ini, dan mungkin orang-orang yang berpenghasilan harian akan berontak dan akhirnya akan terjadi konflik horizontal di masyarakat,” tambahnya
Oleh sebab itu, Eko menambahkan, AKB ini harus dikaji lebih dalam. Jika tidak, maka berpotensi terjadinya konflik horizontal di masyarakat.
“Berpotensi jika tidak mengkaji penerapan AKB dengan waktu cepat, itu versi orang ekonom. Kalau versi orang kesehatan, jika mau AKB sebaiknya pertimbangkan dua hal itu yaitu penurunan kurva dan vaksin,” tandas Eko.
Laporan: Muhammad Lutfi