KedaiPena.Com – Ekonom muda Salamudin Daeng menilai kebijakan Menteri Keuangan, Sri Mulyani untuk merevisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang penerimaan negara bukan pajak (PNBP), diperkirakan memberi dampak buruk.
Bukan hanya kepada sektor ekonomi dan tekanan daya beli masyarakat, tapi juga berdampak buruk kepada spek sosial dan moral.
Demikian pandangan peneliti AEPI (Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia) ini terkait revisi UU PNBP di Jakarta ditulis Kamis (4/11).
Pasalnya pada rancangan UU ini pemerintah melakukan pungutan sektor pendidikan dan keagamaan yang bersentuhan langsung dengan kebutuhan dasar bagi warga negara.
Dalam bab penjelasan pasal 4 ayat 3 rancangan revisi UU tersebut diuraikan bahwa yang dimaksud administrasi dan kewarganegaraan meliputi pungutan pelayanan pencatatan nikah, cerai, dan rujuk.
Kemudian pada aspek pendidikan juga dipungut pendaftaran ujian penyaringan masuk perguruan tinggi, pelatihan dan pengembangan teknologi, pelatihan ketenagakerjaan, serta pelatihan kepemimpinan.
Daeng menuturkan, masyarakat kita sudah bayar pajak, maka mestinya tidak dikenakan beban lagi karena sudah kewajiban pemerintah memberi layanan.
”Ini jelas neoliberalisme Sri Mulyani yang makin nggak karuan dan rakyat menengah ke bawah jadi sasaran,” sambungnya.
Peneliti UBK ini pun mengatakan, RUU PNPB itu harus direvisi dan tidak boleh diberlakukan tanpa revisi yang menyeluruh karena rakyat yang ajdi korban, dan bangsa kita sudah dikuras dan dihisap oleh kekuatan asing.
Laporan: Galuh Ruspitawati