KedaiPena.Com – Pemerintah diharapkan memiliki peran untuk dapat menyelesaikan permasalahan soal agraria yang kerap terjadi di Indonesia. Hal tersebut disampaikan oleh Akademisi Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta), Agus Prihartono Permana Sidiq.
Baru- baru permasalahan tanah kembali mencuat, pasca somasi yang dilayangkan oleh PT Sentul City, Tbk kepada akademisi Rocky Gerung karena dia dianggap menempati lahan milik perseroan terbatas itu.
Tidak hanya itu,warga di Desa Cijayanti dan Bojong Koneng, yang diperuntukkan Pesantren dan rumah warga diambil paksa oleh pengembang Sentul City dan anak perusahannya.
“Negara dalam hal ini pemerintahan harus mampu menyelesaikan permasalahan agraria,” ucap Agus begitu dirinya disapa, Sabtu, (10/9/2021).
Ia menyarankan, pihak-pihak terkait dalam menelusuri kasus tersebut, baik penegak hukum maupun BPN dapat meneliti terkait warkah atau kumpulan dokumen yang memuat data fisik dan data yuridis.
“Perlu di teliti warkah nya, warkah itu bukti bukti pendukung untuk munculnya sertifikat itu, warkah itu biasa ada di BPN yang akan membukanya. Jadi untuk timbulnya sertifikat itu dasar-dasarnya apa khawatir ada yang tidak sesuai,” tambahnya.
Menurutnya, kasus serupa tersebut pun kerap sekali dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar yang tiba-tiba mendaftarkan hak atas tanah tersebut dan akhirnya memiliki surat. Atas dasar surat itu langsung melakukan eksekusi.
“Jika berbicara keadilan terkait pendaftaran hak atas tanah itu, dasarnya bukti formil dan materil, bukti formil itu surat seperti sertifikat dan lainnya. Namun bukti formil itu pun tidak kuat, karena yang membuktikan hak atas tanah itu ada bukti materilnya,” katanya.
Ia menyampaikan, bukti materil berupa penguasaan fisik tanah tersebut. Sehingga harus diperhatikan jika pemegang bukti formil tanpa menguasai fisik tanah tersebut bertahun-tahun secara hukum haknya dapat gugur.
“UU pokok Agraria nomor 5 tahun 1960 disebutkan, dalam jangka 20 tahun berturut-turut tanah itu tidak dikuasai oleh pemilik surat itu dianggap melepaskan hak nya,” imbuhnya.
Selain itu, kata Agus, pada PP nomor 24 tahun 1997 pasal 24 ayat 2 tentang pendaftaran tanah, bahwa seorang yang menguasai fisik kurung waktu 20 tahun secara terus menerus dapat melakukan pendaftaran hak atas tanah tersebut.
“Tetapi penguasaan fisik itu dengan itikad baik tanpa kamuflase dan tanah tersebut tidak pernah mendapatkan komplen atau gugatan dari pihak manapun dalam waktu itu. Maka bisa mendaftarkan sebagai pemilik hak atas tanah tersebut,” jelasnya.
Tidak hanya itu, Dekan Fakultas Hukum Untirta ini pun berharap kedepannya penegak hukum dan BPN dapat sinkronisasi dan harmonisasi dalam menyelesaikan persoalan Agraria yang terjadi.
“Perlunya ada sinkronisasi dan harmonisasi antara penegak hukum dalam hal ini Polri dengan pihak yang memiliki wewenang untuk mengeluarkan surat seperti sertifikat yaitu BPN,” ujarnya
Ia pun menekankan, agar para penegak hukum untuk dapat lebih sensitif terhadap laporan-laporan terkait permasalahan agraria.
“Dari pihak ATR/BPN itu harus betul-betul bebas korupsi, kolusi dan bebas segala macam pungli, serta jangan sampai ada mafia pembuatan akte tanah,” pungkasnya.
Laporan: Muhammad Lutfi