KedaiPena.Com – Saat ini, Negara lebih berpihak kepada politik anggaran birokrasi daripada memperhatikan para petani dan ketahanan pangan. Oleh karenanya kedaulatan pangan kita masih jauh dari yang diharapkan.
Demikian disampaikan Aktivis Biology Science Club, Bambang Ryadi Sutrisno saat menjadi narasumber dalam webinar KedaiPena.Com dengan tema ‘Ketahanan Pangan: Antara Pandemi dan Kedaulatan’, Jumat (7/4/2021).
“Politik anggaran Indonesia itu memang sekarang lebih banyak ke birokrasinya bukan ke petaninya. Padahal kita sendiri sudah sangat sangat paham, petani kita itu sangat siap, mereka siap, saat mereka bekerja. Apapun yang terjadi petani itu tetap menanam,” ujarnya.
Namun, fakta di lapangan, meskipun terus menanam, seringkali mereka merugi. Hal ini tentu sangat memprihatinkan.
“Rata-rata petani di pedesaan, kita sangat kasihan, mereka itu rugi sebetulnya. Yang disubsidi misalkan pupuknya, tapi mereka (petani) enggak pernah tersubsidi faktanya dilapangan,” ungkapnya.
Sepengetahuan Bambang selama menjadi pendampin desa, para petani rata-rata menanam dengan perhitungannya 3-1. Maksudnya, setiap mereka 3 kali menanam, panen untung yang dirasakan hanya satu kali.
“Sisa lainnya rugi. Mereka tanggung sendiri kerugiannya. Nah kondisi itu memprihatinkan sekali,” kecewa dia.
Ia pun mengatakan, seharusnya desa dapat dijadikan prioritas pembangunan. Sebab, jika berbicara soal lapangan kerja, sambung eks aktivis Universitas Nasional ini, lapangan pekerjaan pertanian di desa itu sangat luas sekali.
“Dan punya kita segalanya. Kekayaan tanaman kita sangat tinggi. Kemudian yang kedua, lahan kita itu sangat subur dan masyarakat kita itu cerdas, cepat sekali belajar,” paparnya.
“Kalau dulu mereka tergantung sama pupuk, sekarang petani kita itu sudah sangat pandai. Petani kita dapat membuat pupuk sendiri, membuat kompos sendiri untuk untuk menyuburkan tanahnya sendiri,” tandas Bambang.
Laporan: Sulistyawan