KedaiPena.Com – Para nasabah PT Brent Securities (BS) kembali mendesak Yandi Suratna Gondoprawiro yang saat ini berstatus terpidana dalam kasus investasi bodong berbentuk Medium Term Notes (MTN) PT Brent Ventura, segera mengembalikan dana yang sudah disetorkan.
Sejak kasus ini mencuat dan selesai disidangkan, Yandi yang juga diketahui sebagai pemilik dua perusahaan ini urung mengembalikan dana investasi mencapai Rp 35 miliar yang telah disetor para nasabah.
“Saya masih menagih sampai hari ini. Kalau memang tidak ada uang, kan ahli warisnya bisa jual aset-asetnya,” ujar Hartono, salah satu perwakilan nasabah Brent Ventura, dalam keterangan kepada KedaiPena.Com, Selasa (25/12/2018).
Hartono bercerita, pada Desember 2013 silam ia mengaku telah menanamkan uang senilai Rp 5 miliar di sejumlah produk investasi yang ditawarkan tenaga pemasar Brent Ventura di Kediri.
Oleh pihak perusahaan, Hartono dijanjikan mendapat keuntungan investasi hingga 10,5 persen selama setahun.
Pada Januari dan Februari 2014, ia bilang, para nasabah masih menerima imbal hasil atau bunga dari investasinya. Namun ketika di bulan selajutnya yakni Maret, pembayaran imbal hasil Brent Securities macet dan tidak cair hingga saat ini.
Yandi pun sempat menunjuk kantor Hukum Rudyantho & Partners yang diwakili langsung oleh Rudyantho menjadi kuasa hukum dirinya dan Brent Securities untuk masalah ini.
Di mana saat ini Rudyantho juga ditunjuk sebagai perwakilan Forum Komunikasi Pemegang Polis Bancassurance Jiwasraya.
“Padahal Yandi pernah janjikan untuk mengembalikan dana sewaktu saya ke Jakarta. Tapi sampai sekarang tidak ada,” imbuh Hartono.
Dari kasus investasi bodong ini, Yandi divonis dua tahun enam bulan. Sementara itu, melalui keputusan OJK yang tertuang dalam surat KEP-5/D.04/2018 memutuskan Brent dilarang menjadi perantara pedagang efek dan penjamin emisi efek.
Tak hanya mencabut izin Brent, izin wakil penjamin emisi efek Yandi Gondoprawiro sebagai direktur utama Brent juga dicabut. Keputusan tersebut dikeluarkan OJK sejak 22 Oktober 2015.
Laporan: Muhammad Hafidh