KedaiPena.com – Narasi ancaman resesi global yang terus didengungkan, kalau dipercaya oleh pemangku kepentingan dan masyarakat, dinyatakan akan bisa menimbulkan resesi sungguhan.
Pakar Bisnis Rhenald Kasali menyayangkan narasi yang dikeluarkan sejumlah pihak, yang secara gegabah menyebarluaskan ketakutan resesi yang seakan-akan sudah di depan mata.
“Padahal “sesuatu” itu belum terjadi, tapi masyarakat sudah dipaksa mempercayainya dan seakan sudah merasakannya. Itu namanya trust recession, bukan economic recession,” kata Rhenald, ditulis Minggu (20/11/2022).
Ia menyebutkan untuk membangun kepercayaan publik atas narasi tersebut, ada juga pihak yang mengaitkan dampak ekonomi dari resesi akibat pandemi yang lalu, dengan resesi tahun depan yang konon sudah dirasakan di Jawa Barat.
Dikabarkan, sudah ribuan pekerja tekstil, garmen, dan alas kaki yang tujuannya ekspor terdampak PHK. Berita yang tak kalah heboh ini kemudian muncul di beberapa platform media. Sontak semua orang berpaling pada ancaman resesi yang sudah gencar disampaikan sejumlah pihak.
“Resesi itu ada dua macam. Ada economic recession seperti yang dialami Inggris dan ada trust recession yang sekarang sedang ramai diperbincangkan seakan-akan resesi terjadi di Indonesia. Economic recession adalah terminologi makro, yang ditandai dengan menurunnya pertumbuhan ekonomi (negatif), dua kuartal berturut-turut,” paparnya.
Ia menegaskan bahwa dalam ekonomi makro, resesi bukanlah sebuah aib. Tapi merupakan bagian alami pergerakan ekonomi, yang bersifat dinamis. Kadang perekonomian itu naik, kadang turun.
“Yang penting, saat turun lakukan langkah-langkah preskriptif secara disiplin. Menurutnya, andai pun resesi, dunia tak akan resesi selamanya, kecuali mereka terlibat dalam konflik atau perang secara berkelanjutan,” paparnya lagi.
Sementara trust recession adalah suatu bentuk quasi recession atau resesi semu. Yaitu sebuah gejala psikologis yang datang dari rasa cemas atau takut yang berlebihan, bersumber dari orang yang menarasikan atau yang menyebarluaskan.
“Kadang gejala itu disebut sebagai the negativity bias. Belum lagi resesinya datang, tapi bayangan gelapnya sudah disambut, dipeluk dan dipamerkan sebagai hantu hitam yang menakut-nakuti. Kalau masyarakat kadung percaya dan ketakutan, maka pengusaha akan melakukan deep cut, seperti memotong anggaran, menutup usaha, stop investasi, stop ekspansi atau berpromosi, melakukan penghematan, PHK, mengurangi stok, bahkan malas melakukan apa-apa. Dan akhirnya bukan saja resesi, melainkan terjadi stagnasi dan depresi,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa