KedaiPena.Com – Pada tanggal 20 September 1519, kapal layar di bawah pimpinan Fernao de Magalhaens, seorang navigator berkebangsaan Portugal, berangkat dari pelabuhan San Lucar Barrameda di Spanyol. Tujuan resmi ekspedisi kelima kapal itu adalah sebuah jalur dengan mengambil haluan ke arah barat.
Diharapkan bahwa di bagian selatan benua Amerika yang baru ditemukan 25 tahun sebelumnya terdapat sebuah selat atau tanjung yang akan memungkinkan akses ke Samudra Pasifik dengan tujuan ke Asia Tenggara dan Timur, asal sutera, porselain, cengkeh, kayu manis, pala, fula, dan lada, yang dapat dijual dengan harga tingggi di Eropa.
Jalur pelayaran ke pulau-pulau di Maluku, tempat asal pala dan cengkeh, rempah yang paling dicari itu, sebenarnya tujuh tahun sebelumnya ditemukan oleh negara tetangga dan pesaing terberat Portugal, Spanyol. Namun, Spanyol belum sampai menyelesaikan ekspedisi.
Spanyol sejak awal abad ke-16 menyebarkan kekuasaannya di Samudra Hindia melalui Tanjung Harapan, ujung paling selatan Afrika. Spanyol pada masa itu mengusahakan untuk menemukan Asia dengan menyeberangi Samudra Atlantik ke arah barat, sehingga ‘kebetulan’ mendapatkan Amerika, yang pada awalnya diperkirakan merupakan sebagian dari Asia.
Klaim kedaulatan kedua belah pihak atas tanah yang baru ditemukan itu “didamaikan’ pada tahun 1494 dalam Perjanjian Tordesillas serta diperkuat dengan keputusan mengikat Sri Paus Julius II tahun pada tahun 1506 yang membagi daerah-daerah kekuasaan Spanyol dan Portugal pada garis bujur 370 leagues barat dari kepulauan Kap Verde. Meskipun garis demarkasi Tordessilas tetap menjadi bahan sebuah kontroversi yang panjang.
Magalhaens sebenarnya meminta raja Portugal menyiapkan ekspedisi. Namun sang Raja menolak. Berdasarkan informasi dari sahabatnya Fransisco Serao, Magalhaens kemudian menawarkan jasanya, menyiapkan sebuah pelayaran ke kepulauan rempah-rempah, Ternate Tidore itu melalui jalur barat, kepada Spanyol.
Pada bulan September 1522, hanya satu dari kelima ekspedisi itu yang kembali ke Spanyol, yakni Victoria.
Dalam rangka 5 abad ekspedisi itu, Pemerintah Portugal mencanangkan napak tilas Circumnavigation pada tahun 2019-2021. Indonesia pun diajak karena memiliki catatan sejarah sebagai titik akhir dari pelayaran monumental yang membuktikan bumi itu bulat, buka datar.
Perwakilan Indonesia, Hendardji Soepanji yang merupakan Ketua Komite Seni Budaya Nusantara (KSBNN) menegaskan, napak tilas ini bukan dimaknai untuk memperingati sebuah titik awal dari kolonialisme. Tapi harus diambil dari perspektif kepentingan nasional masa kini.
Kata dia, napak tilas yang akan dimulai dari Sevilla, Spanyol, pada 20 September 2019 ini harus dimaknai sebagai upaya penting menunjang global tourisme, termasuk Indonesia.
“Hal ini sangat penting guna peningkatan dan perbaikan ekonomi negara singgah. Termasuk pemberdayaan teknologi dan iptek Indonesia,” tegas dia dalam sebuah FGD di Jakarta, Rabu (6/6/2018).
Untuk Indonesia sendiri, akan dijadikan puncak dari kegiatan, dari 8 November sampai 18 Desember 2021. Ia menegaskan, momentum ini akan didorong dengan kegiatan Sail Tidore 202. Hal ini juga harus menjadi pembuktian pembangunan maritim secara berkelanjutan.
“Hajat ini juga akan disiarkan secara global. Maka, dunia harus tahu bahwa Tidore dan Indonesia pada umumnya, memiliki peran membangun peradaban dunia. Mari memperkuat jati diri kita sebagai bangsa maritim,” sambung dia lagi.
Sementara, Direktur Eropa 1 Amerop, Kemenlu, Dino Kusnadi mengatakan, napak tilas ini harus memberikan keuntungan strategis nasional bagi Indonesia.
Circumnavigation harus dijadikan alat mempromosikan potensi ekonomi dan pariwisata Indonesia, terutama Ternate dan Tidore. Selain itu, acara ini juga harus dijadikan sarana mempromosikan potensi maritim Indonesia, termasuk perdagangan, pariwisata dan investasi.
“Selain itu, harus dijadikan sarana penguatan kerjasama ekonomi dengan negara anggota GNMC (Global Network of Magalhaens Cities) yang terdiri dari 23 kota di 12 negara, termasuk Portugal, Spanyol dan Italia yang merupakan anggota Uni Eropa,” ujar Dino.
Seperti diketahui, Eropa merupakan pasar tradisional komoditas perkebunan, pertanian, perikanan, kehutanan dan pertambangan.
Hal yang menjadi menarik, Portugal sempat mengatakan bahwa Indonesia merupakan negara kunci dalam napak tilas kali ini. Karena Indonesia merupakan penutup dari serangkaian napak tilas. Makanya, hal ini harus dijadikan sarana menaikkan nilai tawar.
“Jadi kita boleh hanya melihat hal ini dari kacamata sejarah. Narasi versi kita juga harus dimasukkan, demi kesejahteraan bangsa,” tandasnya.
Circumnavigation ini sedianya akan melewati Portugal, Spanyol, Italia, Afrika Selatan, Amerika Serikat (Guam), Brazil, Uruguay, Argentina, Chile, Filipina, Brunei Darussalam dan Indonesia.
Laporan: Muhammad Hafidh