KedaiPena.Com – Rencana pemerintah menaikkan tarif jalan tol di ruas tol Jakarta Outer Ring Road (JORR) mulai Rabu (20/6/2018), dikritik keras Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon.
Kebijakan tersebut, nilai Fadli begitu ia disapa, tak memiliki dasar kalkulasi kuat dan dinilai hanya menguntungkan BUJT (Badan Usaha Jalan Tol).
Kebijakan ini, kata Fadli, juga hanya menambah beban ekonomi masyarakat lantaran memeras di tengah daya beli yang lemah.
“Kebijakan pemerintah menaikkan tarif tol 20 Juni besok, sangat tak logis. Pendapatan jalan tol saat ini sudah tinggi, tapi standar pelayanan masih belum memadai. Kalkulasi kenaikan tarif tidak melalui pertimbangan matang,” ujar Fadli, Rabu (20/6/2018).
“Tiga hal tersebut menandakan tujuan kenaikan tarif kali ini memang hanya untuk meningkatkan keuntungan pengelola jalan tol. Bukan karena mau meningkatkan pelayanan,” tambah pria bertubuh gempal tersebut.
BPJT menyampaikan dua alasan kenaikan tarif tol. Pertama, mendorong kendaraan angkutan barang untuk mematuhi aturan muatan dan dimensi. Kedua, mempersingkat waktu tempuh yang dijalani pengguna jalan tol karena gerbang tol yang dilewati berkurang.
Fadli menegaskan, dua alasan ini sekilas tampak membela kepentingan publik. Namun hal tersebut sebenarnya hanya membalut kepentingan terselubung sesungguhnya untuk menggenjot keuntungan.
“Saya mencatat setidaknya ada tiga persoalan kenaikan tarif tol JORR kali ini. Pertama, kenaikan tarif ini berpotensi menyalahi regulasi. Dalam UU No.38 Tahun 2004 tentang Jalan, memang benar evaluasi dan penyesuaian tarif tol dilakukan setiap 2 (dua) tahun sekali,” imbuh dia.
Namun, Fadli menjabarkan, dalam pasal 48 ayat (1), tarif tol dihitung berdasarkan tiga hal, yakni kemampuan bayar pengguna jalan, besar keuntungan biaya operasi kendaraan (BKBOK) dan kelayakan investasi.
“Pertanyaannya, apakah kenaikan tarif tol ini telah dihitung berdasarkan tiga komponen tersebut? Dengan tarif Rp15.000, dari yang awalnya Rp 9.500, artinya telah terjadi kenaikan sebesar 57%. Lantas, apakah laju inflasi kita sebesar itu? Bukannya pemerintah selalu membanggakan keberhasilannya dalam menekan laju inflasi dalam tiga tahun terakhir. Inflasi 2016 yaitu 3.06%, dan 2017 3,61%,” beber Fadli.
“Belum lagi pertimbangan daya beli masyarakat yang makin lemah sejak dua tahun terakhir. Berdasarkan catatan saya, pada kuartal I-2018, proporsi pendapatan masyarakat yang dibelanjakan, menurun menjadi 64,1 persen. Artinya kemampuan bayar pengguna jalan juga mengalami penurunan,” pungkas Waketum Gerindra ini.
Laporan: Muhammad Hafidh