KedaiPena.com – Pemakzulan tidak dapat dilakukan pada posisi Presiden Indonesia. Karena Presiden Indonesia merupakan pemimpin yang diberikan hak oleh rakyat untuk memimpin. Sementara, pemakzulan adalah tindakan yang dilakukan pada seorang raja.
Sosiolog, Prof Dr Musni Umar menyatakan rezim saat ini sangat kuat sehingga pemberhentian seorang presiden sangat sulit untuk dilakukan.
“Dalam konstitusi kita tidak dikenal yang namanya pemakzulan. Adanya pemberhentian. Kalau pemakzulan itu untuk raja. Dan presiden di Indonesia saat ini, Jokowi, bukan lah raja. Tapi pilihan rakyat. Sehingga, rakyat berhak menarik dukungannya kapan saja,” kata Musni Umar dalam diskusi bertajuk Presiden Jokowi Layak Dimakzulkan, Selasa (13/6/2023).
Ia menyatakan ada tiga cara untuk menurunkan seorang presiden.
“Pertama, melalui parlemen. Dimana presiden bisa dimakzulkan. Tapi, jika merujuk pada UUD pasal 7a dan 7b, seperti mimpi di siang bolong untuk menjatuhkan presiden,” ucapnya.
Karena, harus ada pelanggaran hukum secara nyata dilakukan oleh presiden. Misalnya korupsi. Lalu, presiden juga harus terbukti adanya pelanggaran etika dan administrasi.
“Berdasarkan hal tersebut, sulit untuk memakzulkan presiden. Lihat saja konteks pemimpin politik dan DPR saat,” ucapnya lagi.
Cara kedua, menurut Musni Umar, adalah melalui ekstra parlementer, yang mengandung social-arrest dari masyarakat.
“Ada tiga presiden yang dijatuhkan melalui ekstra parlementer ini, Soekarno, Soeharto dan Gus Dur,” kata Musni Umar.
Dengan alasan ekstra parlementer ini pun, jika melihat hasil survei, akan sulit menjatuhkan Presiden Jokowi. Karena menurut banyak hasil survei tersebut, masyarakat sangat puas dengan kinerja pemerintah saat ini.
“Pertanyaannya, apakah hasil survei tersebut benar? Apakah pemerintah sangat bagus hingga masyarakat sangat puas?” ujarnya.
Cara ketiga, melalui Pemilu. Dimana Pemilu akan menghadirkan perubahan kepemimpinan, dengan menghadirkan masyarakat sebagai pengawas Pemilu.
“Walaupun banyak yang mulai meragukan mekanisme Pemilu, tapi saya tetap percaya. Sebagai contoh, apa yang telah terjadi pada Pilihan Raya di Malaysia dan Pemilu di Turki,” ujarnya lagi.
Musni Umar menyatakan dari tiga cara tersebut, yang paling mungkin untuk menghadirkan perubahan hanyalah Pemilu.
“Karena semua komponen yang bertentangan dengan pemerintah sudah diprotoli. Sudah ditekan oleh pemerintah. Walaupun tidak tertutup kemungkinan, tiba-tiba ada pemicu besar yang menyebabkan social-arrest,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa