Oleh: Anthony Budiawan – Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)
RAKYAT Indonesia berduka atas musibah di Cianjur. Korban meninggal dunia sudah lebih dari 300 orang, belum termasuk korban hilang. Kerugian materi sangat besar. Mereka kehilangan segalanya. Sudah miskin, bertambah miskin.
Di lain sisi, di Jakarta, ada yang mengadakan ‘pesta’, gegap gempita. Relawan mengadakan pertemuan di stadion utama Gelora Bung Karno (GBK). Menurut kabar, dihadiri lebih dari 100 ribu orang.
Ironi. Apalagi topik yang dibicarakan pada pertemuan tersebut sangat tidak penting bagi bangsa dan negara. Tidak berkelas.
Misalnya, membahas ciri preside. Mengarahkan, pilih presiden sebaiknya wajah yang berkerut dan berambut putih. Karena ciri tersebut memikirkan rakyat, katanya. Ampun deh. Mungkin cuma gurauan saja. Tapi sangat tidak lucu, kan! Tidak berkelas sama sekali? Mudah-mudahan tidak diliput media asing.
Gurauan ini membuat banyak pihak merasa tidak nyaman. Apa sih maksudnya?
Belum lama ini mengatakan giliran Prabowo akan menjadi presiden 2024. Ternyata cuma gurauan juga, alias ‘prank’? Ternyata yang didukung yang berambut putih. Bukan Prabowo. Semoga Prabowo bisa menerima ini dengan lapang dada.
Kedua, gurauan ini pasti akan membuat PDIP juga tidak nyaman. Karena setiap orang mengerti siapa yang dimaksud berambut putih. Siapa lagi kalau bukan Ganjar. Ada dua alasan yang membuat PDIP bisa marah. Pertama, Jokowi sebagai kader PDIP terkesan tidak menghormati serta melancangi PDIP. Dua kader PDIP, Jokowi dan Ganjar, seolah-olah tidak menghargai Ketua Umum. Bahkan terkesan mempermainkannya, dengan tebak-tebakan kurang bermutu.
Kedua, gurauan ciri presiden ini dapat diduga mau aborsi pencalonan Puan Maharani sebagai calon presiden dari PDIP.
Kedua hal ini pasti akan membuat Ketua Umum dan jajaran PDIP marah.
Sebagai kader PDIP, Jokowi dan Ganjar seharusnya mengikuti arahan Ketua Umum dan jajarannya. Bukan bermanuver untuk kepentingan pribadi mereka.
Kita tunggu reaksi Prabowo dan PDIP. Semoga mereka dapat menerima semua gurauan ‘prank’ ini dengan lapang dada.
(***)