KedaiPena.Com – Penggunaan biomassa dalam ‘co-firing’ energi terus digencarkan oleh berbagai pihak, khususnya Pemerintah. Energi biomassa memiliki berbagai nilai strategis yang berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya lokal, pengelolaan multiusaha hutan produksi dan mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) dari sektor energi.
Untuk itu, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi terus mengawal pemanfaatan biomassa dengan penyusunan kajian dan ‘business model’ keekonomian biomassa dalam pembangkitan energi.
Kemenkomarves menggandeng Kementerian ESDM, IEA, KLHK, Pemprov Kalbar dan Universitas Tanjungpura dalam Rakornis Pembahasan Provinsi Kalimantan Barat sebagai calon Pilot Project untuk Pengembangan Biomassa Energi nasional.
“Kalimantan Barat kaya dengan berbagai sumber daya alam. Limbah perkebunan sawit, limbah industri kayu, masih dapat diolah menjadi biomass. Ini memberikan nilai tambah produk kehutanan, pengelolaan limbah yang berhasil guna dan sebagai bagian dari mencapai berbagai sasaran strategis dari pemanfaatan sumber daya lokal Kalimantan Barat berupa energi biomassa,” kata Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan, Nani Hendiarti dalam keterangan pers yang diterima redaksi, Sabtu (1/5/2021).
Menurutnya, Kalimantan Barat sebagai salah satu kandidat Pilot Project untuk Pengembangan Biomassa Energi Nasional dilakukan atas pertimbangan adanya potensi biomassa dan tantangan peningkatan rasio elektrifikasi di Kalimantan Barat.
“Kalimantan Barat Merupakan wilayah dengan hutan produksi tanaman energi terluas di Indonesia, adanya PLTU yang sudah melakukan ‘co firing’ batu bara dan biomassa dan PLTBm berbahan baku biomassa. Kalimantan Barat juga memiliki bahan baku yang melimpah baik dari hutan energi, limbah industri kayu sampai limbah sawit. sejatinya memberikan peluang besar bagi pengembangan sektor biomassa di wilayah ini,” ungkapnya.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Adi Yani mewakili Gubernur Kalimantan Barat Sutarmidji mengungkapkan bahwa potensi kebun kelapa sawit di daerahnya begitu luas, dan juga memiliki limbah cangkang sawit, tandan kosong sawit (tankos) sampai batang yang tentu harus diolah.
“Semua limbah sawit ini yang dulunya dianggap sampah ternyata memiliki nilai tambah. Pemanfaatan limbah sawit sebagai sumber energi biomassa dapat berfungsi sebagai bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan, sudah dimanfaatkan Kalimantan Barat,” ungkapnya.
Adi Yani menjelaskan bahwa tingginya nilai cangkang sawit mengakibatkan produk ini banyak diekspor ke berbagai negara. Tapi, bagian-bagian sawit seperti tankos dan batang sawit masih dapat dimanfaatkan.
Tidak terlepas dari potensi, pengembangan energi biomassa ini juga menghadapi berbagai rintangan. Di antara hambatan adalah tingginya biaya investasi yang harus dikeluarkan, belum ada regulasi yang efektif, sulitnya mobilisasi bahan baku, belum adanya industri pengolahan ‘wood pellet’ dan ‘woodchip’ yang aktif menjadi pertimbangan bagi semua pihak.
“Hal ini tentu tidak menghalangi kita semua dalam terus mengembangkan potensi energi biomassa,” tambah Kadin Adi.
Energi listrik tentu menjadi kebutuhan pokok kehidupan masyarakat. Dengan adanya fakta bahwa ketersediaan energi listrik yang belum merata khususnya di Kalimantan Barat, potensi lokal perlu terus dikembangkan.
Pemanfaatan energi fosil memberikan dampak buruk bagi lingkungan dan berpengaruh pada perubahan iklim. Sehingga, energi alternatif mampu mengurangi emisi gas rumah kaca menjadi alasan kuat kebijakan ‘co firing’ energi fosil (batubara) dan biomassa.
Laporan: Sulistyawan