KedaiPena.Com – Ekonom Said Didu masih ingat saat ketika BJ Habibie menjadi Presiden ketiga Republik Indonesia pada tahun 1998. Ya, Habibie menggantikan Soeharto pada 22 Mei 1998, setelah demo besar melanda Indonesia.
Ketika itu, lanjut Said Didu, Habibie harus menghadapi kenyataan pahit. Menangani krisis multidimensi yang melanda Indonesia. Atau melanjutkan ambisinya.
“Ambisi yang dimaksud adalah produksi pesawat yang sudah dirintis puluhan tahun sebelumnya,” kata eks Sekretaris Kementerian BUMN ini di Jakarta, ditulis Kamis (21/3/2020).
Habibie, lanjut Said pun memilih menyelamatkan keuangan negara dengan “membunuh” industri strategis.
“Termasuk menghentikan produksi N-250 (pesawat karya anak bangsa),” lanjut Said Didu.
Begawan ekonomi Rizal Ramli pun menilai Habibie luar biasa. ‘Passion’ dan egonya terhadap pesawat N-250 dikorbankan demi keselamatan bersama.
Meski sudah mengorbankan ambisi Habibie, IMF yang ketika itu menjadi ‘adviser’ ekonomi Indonesia minta PT Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN), sebagai penggerak utama industri pesawat juga ditutup.
Pada akhirnya IPTN berubah nama menjadi PT Dirgantara Indonesia pada 24 Agustus 2000
“Tahun 2000, RR bantu selamatkan IPTN, restrukturisasi utang, perbaiki manajemen, ganti model bisnis, transformasi menjadi PT Dirgantara Indonesia,” tegas dia.
Rizal pun melanjutkan, mungkinkah Presiden Jokowi berani menghentikan proyek ambisius Ibukota baru.
“Sebab ekonomi kita berantakan, APBN ngos-ngosan, paling tidak selama 2 tahun. Ditambah lagi pandemi corona yang menambah buruk perekonomian Indonesia. Sampai Menkeu Terbalik (Sri Mulyani) menyatakan skenario terburuk tahun ini adalag pertumbuhan ekonomi nol persen,” tandas DR. Rizal Ramli.
Laporan: Muhammad Hafidh