SELASA tanggal 11 September 2018 Ketua DPP Nasdem Syahrul Yasin Limpo membuat konferensi pers yang mengecam begawan ekonomi Rizal Ramli.
Hal itu karena Rizal Ramli atau RR di sebuah stasiun TV tanggal 6 September 2018 mengkritik menteri perdagangan Enggartiasto Lukita yang terlalu banyak mengimpor berbagai komoditi termasuk garam, gula dan beras, sehingga membuat para petani marah.
Dalam konferensi pers, Syahrul Yasin Limpo itu bahkan ada ancaman untuk mengirim somasi kepada RR dan apabila tidak ada tanggapan akan dilanjutkan ke proses hukum selanjutnya.
Namun anehnya yang dikritik oleh RR itu Enggartiasto Lukita, Menteri Perdagangan Tapi narasi dari konpers Syahrul Yasin Limpo atau SYL yang berbicara dengan nada keras bukan membela Enggartiasto yang merupakan menteri yang diajukan oleh Nasdem tetapi malah berapi-api membela Surya Paloh Ketua Umum Nasdem.
Kalau video waktu RR berbicara diputar ulang maka jelas sekali bahwa alamat kritik RR adalah kepada Enggartiasto Mendag yang melebihkan impor garam, beras dan gula yang menyebabkan para petani marah. Bahkan RR menyebutkan bahwa hal ini bisa mengganggu elektabilitas Jokowi.
Namun reaksi SYL dalam konpers tersebut berlebihan dan fokus kepada pembelaan kepada Surya Paloh Ketum Nasdem. Ada apa?
Di lain pihak setelah itu beredar luas di kalangan para wartawan Audit BPK Tentang Tata Niaga Impor yang memeriksa persoalan impor garam, gula, beras, sapi dan daging sapi.
Audit yang dilaksanakan untuk 2015 sampai semester I 2017 (Enggartiasto menjabat sejak Juli 2016) dipublikasikan Maret 2018 dan tertera tanda tangan yang jelas dari pejabat yang berwenang.
Ternyata sangat banyak (puluhan) penyimpangan dalam pelaksanaan impor tersebut. Ada yang dilaksanakan tanpa keputusan rapat koordinasi, ada yang dokumennya tidak lengkap, ada yang tanpa koordinasi dengan kementerian teknis yang terkait, ada yang laporannya terlambat dan sebagainya. Penyimpangan tersebut jelas merupakan kesengajaan dengan maksud tertentu.
Jadi kalau kemudian Enggartiasto kemudian membantah bahwa semua impor itu diputuskan oleh rapat koordinasi berbagai instansi dan bukan dia sendiri yang memutuskan, tidak semuanya benar. Ada yang diimpor di luar keputusan rapat koordinasi, bahkan ada yang tidak berkoordinasi dengan kementerian teknis yang terkait. Itu ada buktinya dalam Audit BPK Tentang Tata Niaga Impor yang diterbitkan awal Maret 2018.
Berikut ini adalah kutipan dari sebagian Ringkasan Eksekutif Audit BPK tersebut:
“Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK, sistem pengendalian intern Kementerian Perdagangan belum efektif untuk memenuhi kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan karena temuan pemeriksaan berikut.
1. Penerbitan persetujuan impor dalam rangka menjaga ketersediaan dan stabilisasi harga tidak melalui pembahasan dalam rapat koordinasi dan tanpa rekomendasi dari kementerian teknis, yaitu:
a. penerbitan persetujuan impor gula dalam rangka menjaga ketersediaan dan stabilisasi harga Gula Kristal Putih tahun 2015 s.d. semester I tahun 2017 sebanyak 1.694.325 ton tidak melalui rapat koordinasi;
b. penerbitan persetujuan impor Gula Kristal Mentah kepada PT Adikarya Gemilang dalam rangka uji coba kegiatan industri sebanyak 108.000 ton tidak didukung data analisis kebutuhan;
c. pelaksanaan impor Beras Kukus tahun 2016 sebanyak 200 ton senilai Rp1,65Â Miliar oleh Perum Bulog tanpa rekomendasi dari Kementerian Pertanian;
d. (kami hapus karena persetujuan impor untuk 2015)
e. penerbitan persetujuan impor daging sapi tahun 2016 sebanyak 97.100 ton dan realisasi sebanyak 18.012,91 ton atau senilai Rp737,65 Milyar tidak sesuai atau tanpa rapat koordinasi dan/atau tanpa rekomendasi Kementerian terkait;
2. Penerbitan izin impor tidak didukung dokumen persyaratan yang lengkap, yaitu:
a. penerbitan persetujuan impor beras periode tahun 2015 s.d. semester I tahun 2017 sebanyak 70.195 ton dengan realisasi sebanyak 36.347 ton tidak memenuhi persyaratan, melampaui batas dan bernomor ganda;
b. penerbitan persetujuan impor sapi sebanyak 9.370 ekor dan daging sapi sebanyak 86.567,01 ton tidak memenuhi dokumen persyaratan;
c. penerbitan persetujuan impor garam periode tahun 2015 s.d. semester I tahun 2017 sebanyak 3.355.850 ton dengan realisasi sebanyak 2.783.487,16 ton atau senilai Rp1,42 Trilyun tidak memenuhi dokumen persyaratan.”
Di atas ini hanya sebagian kecil dari temuan Audit BPK, karena itu hanya yang ada di Ringkasan Eksekutifnya. Bila dibaca laporan lengkapnya maka temuannya akan jauh lebih banyak lagi.
Karena itu sebetulnya BPK harus dengan inisiatif sendiri melanjutkan audit itu dengan audit forensik dan atau KPK berinisiatif untuk melanjutkan temuan dari Audit BPK yang sudah ada itu. Itu sudah merupakan bukti permulaan yang cukup karena merupakan audit dari lembaga Negara yang berwenang.
Yang perlu diingat bahwa Audit BPK itu telah menyebar luas. Saat ini tidak ada pemilik media baik TV, radio, maupun cetak tidak akan mampu mendominasi opini bila konten dari opini yang disebarkannya tidak kuat atau punya kelemahan. Hal ini karena begitu banyaknya media online dan medsos seperti wa, facebook, twitter dan lain-lain yang bisa melawannya. Apalagi menjelang Pilpres dan Pileg April 2019 dimana semua mata rakyat menyorot selain capres dan cawapres juga pasti sangat menyorot kinerja partai-partai peserta pemilu legislatif.
Jadi bila Nasdem akan melanjutkan persoalan RR ini ke ranah hukum akan merepotkan dirinya sendiri, merugikan diri sendiri dan bisa mempermalukan diri sendiri. Karena selain secara hukum Nasdem sangat lemah, semua ada bukti yang valid dari audit BPK bahwa impor-impor itu banyak penyimpangannya. Dan ini sekaligus membuktikan bahwa yang disinyalir oleh RR itu benar.
Hal ini lagi-lagi membuktikan bahwa semua yang dikepret RR itu di belakang hari terbukti benar. Manajemen buruk Garuda Indonesia yang akhirnya terbukti rugi besar, proyek listrik 35.000 MW yang terlalu ambisius dan merugikan PLN, Freeport harus dinegosiasikan ulang jangan kontraknya langsung diperpanjang dan Blok gas Masela yang kilangnya di darat.
Penulis Abdulrachim K, Analis Kebijakan Publik