KedaiPena.Com – Masalah utama bangsa ini adalah korupsi. Reformasi gagal karena dikorupsi, begitu kata mereka yang berjuang di jalan.
Demikian disampaikan Gede Sandra, Akademisi Universitas Bung Karno (UBK). Ia mengatakan, korupsi bukan hanya soal memberantas pungli di jalanan dari dan menuju pelabuhan dan terminal, itu nilainya tidak seberapa besar.
“Tapi korupsi juga soal mengadili oknum politisi yang mengutip hak rakyat yang lebih banyak, semisal dalam kasus korupsi bansos. Nilainya jauh lebih besar dari pungli di pelabuhan,” kata Gede, Selasa (6/7/2021).
Dan dalam kasus korupsi bansos, yang rugi adalah mayoritas rakyat Indonesia. Korupsi bansos juga menghambat pemulihan ekonomi, karena daya beli rakyat sebagian dihisap oleh para oknum tersebut.
“Kualitas bansos yang diterima rakyat menjadi sangat buruk, jauh di bawah standar. Untuk pengadaan tas goodie bag bansos misalnya, ditunjuk grup tekstil besar asal Solo,” kata dia.
Harganya dua kali lipat dari harga yang umumnya. Grup ini mendapatkan kontrak bernilai triliunan tanpa lelang, tetapi melalui penunjukkan.
Secara hukum, penunjukan langsung untuk pekerjaan di atas Rp200 juta sudah tidak wajar. Tapi kelihatannya aparat tidak ada yang berani bersuara mempermasalahkan, ini diduga karena grup bisnis ini sangat dekat dengan penguasa.
“Beruntungnya lagi, belum lama ini grup yang sama mendapatkan restrukturisasi utangnya dari bank BUMN, yang juga bernilai triliunan,’ papar Gede.
Sementara, fee hasil menghisap hak rakyat dalam pengadaan bansos, dibagi-bagikan ke beberapa nama. Kabarnya ada nama yang sangat penting di sana.
Persidangan kasus bansos mengungkap, bahwa ada juga aliran dana untuk membiayai kampanye pilkada untuk partai politik tertentu.
“Kebetulan ini adalah partai politik yang sama yang mana Presiden dan Walikota Solo menjadi kadernya. Menjadi terang benderang bagaimana skema utama dari korupsi di era reformasi,” Gede menjelaskan.
Korupsi anggaran Negara, duitnya digunakan untuk membiayai kegiatan politik dan memperkaya diri. Nanti
setelah terpilih, mereka akan korupsi lagi dari anggaran Negara. Begitu terus siklusnya.
“Karena itu, bagi mereka, KPK harus dilemahkan. Jangan sampai ada nama-nama baru yang penting yang muncul, apalagi menyenggol nama pewaris dinasti partai tersebut,” ucap dia.
Penyidik-penyidik kasus bansos harus pergi dari KPK, karena itulah ada tes wawasan kebangsaan (TWK) yang sangat kita kutuk. Pencetusnya TWK ini pun dari BKN, yang berada di bawah kementerian yang dipimpin kader partai yang sama.
KPK kemudian selesai, tidak mampu bertahan dalam lingkungan yang korupsinya semakin sistemik. Tidak hanya di kabinet, upaya pelemahan pemberantasan korupsi juga terjadi di pengadilan.
“Kita selalu sedih ketika hukuman untuk para koruptor selalu sangat rendah. Jaksanya tidak mampu membuktikan dengan baik, hakimnya tidak mau menggali dengan baik, bila kita tidak mau menuduh mereka sudah dikorup juga,” tandas dia.
Laporan: Sulistyawan