BICARA uang pasti menarik. Apapun asalnya, hutang, urunan, setoran, pajak, jual-beli, dan sebagainya. Memang uang bukan segalanya, tapi tanpa uang, tidak bisa berbuat apa-apa. Beli beras pakai uang, naik angkot pakai uang, bayar listrik pakai uang, jajan anak pakai uang, pulang kampung pakai uang, mudik lebaran pakai uang, dan sebagainya. Jadi, tak dimungkiri semuanya pakai uang.
Terkait itu, ada baiknya cermati cuplikan lirik lagu Bang Haji Rhoma Irama, “Sering karena rupiah jadi pertumpahan darah, sering karena rupiah saudara jadi pecah, buat apa berlimpah kalau jadi bencana…dari itu jangan serakah.”
Begitu pula lirik lagu ciptaan Ian Antono yang disuarakan Nicky Astria, “Memang uang bisa bikin orang senang bukan kepalang, namun uang bisa juga bikin orang mabuk kepayang, lupa sahabat, lupa kerabat, lupa saudara, mungkin juga lupa ingatan.” Jadi, tak disangkal dampak uang sangat dahsyat buat kehidupan manusia.
Ungkapan pekerja seni itu, sungguh bijak dan sudah mewanti-wanti kepada kita, sehingga harus dimaknai dan dipahami secara mendalam oleh setiap individu. Apalagi, bagi sang pemegang kekuasaan. Karena bila masalah uang ditangani sembrono, apalagi ‘dibumbui’ sifat serakah, akan menjadi bencana bagi masyarakat dan negara, bahkan dunia.
Itulah uang, yang selalu diburu oleh manusia di dunia tanpa henti 24 jam sehari, tujuh hari seminggu, 365 hari setahun. Sehingga, tak aneh uang diartikan sebagai waktu (time is money).
Begitu riskan masalah urusan uang, di manapun keberadaannya senantiasa diikuti peraturan dan UU yang jelas sebagai payung hukum, agar setiap pejabat berwenang tidak semaunya menggunakan dengan alasan yang pasti bisa dicari pembenarannya.
Begitu vital nilai uang, ia bagai darah dalam tubuh manusia, di mana jika habis akan menimbulkan dampak kematian. Begitu pula uang bagi kehidupan masyarakat. Jika tanpa uang, akan melumpuhkan gerak kehidupan sosial.
Berkaca dari itu dan mengingat begitu besar uang/dana haji yang terkumpul dari umat Islam di Indonesia—bisa mencapai Rp100 triliun. Maka, pemerintah yang lalu dengan bijak dan tepat menerbitkan UU Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji yang berasaskan prinsip syariah, kehati-hatian, manfaat, nirlaba, transparan, dan akuntabel.
Terbitnya UU tersebut, dimaksudkan untuk menjamin keamanan pengelolaan keuangan haji, agar efektif, efisien, transparan, dan akuntabel. Sehingga, tujuan mulia meningkatkan kualitas penyelenggaraan haji, rasionalitas dan efesiensi penggunaan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH), dan manfaat bagi kemaslahatan umat Islam menjadi maksimal.
Terkait rencana pemerintahan Jokowi yang sudah memberi lampu hijau untuk menggunakan—investasi—dana ini harus disikapi secara arif dan tepat serta senantiasa memegang teguh UU Nomor 34 Tahun 2014. Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) yang terdiri dari Badan Pelaksana dan Dewan Pengawas yang baru dilantik Presiden pada 26 Juli 2017, hendaknya tidak pakewuh dan merasa hutang budi. Tetapi, bersikap tegas dan profesional demi hukum dan UU.
Siapapun tidak boleh mengintervensi dana haji untuk keperluan lain, kecuali keperluan urusan haji dan kemaslahatan umat Islam yang sudah digariskan UU.
Dana murni dan halal dari umat Islam sudah seharusnya dikelola dengan asas manfaat kepada umat Islam itu sendiri sesuai yang digariskan UU. Pengelolaan dana haji yang berlandaskan syariah dan nirlaba, tentu jangan bermimpi dana itu menjadi lebih besar, karena berbunga.
Siapapun pasti setuju, bila pengelolaan dana haji itu untuk kepentingan umat Islam, terutama terkait penyelenggaraan haji yang lebih baik. Di luar itu, kepentingan itu nampaknya akan menimbulkan masalah prinsip yang bisa membuat runyam umat Islam, si pemilik dana umat tersebut.
Dengan demikian. BKIH harus berani menyatakan tidak (say no), bila ujungnya akan melanggar hukum dan UU. Sebaliknya, harus mendukung penuh pemerintah sepanjang mematuhi hukum dan UU yang berlaku. Jangan takut kepada presiden yang melantik, tapi takutlah kepada Allah SWT dan umat Islam yang memiliki dana tersebut.
Amanah yang sudah diberikan kepada BKIH harus dilaksanakan dengan penuh rasa tanggung jawab kepada Allah SWT dan umat Islam sang pemilik dana halal itu.
Selamat berjuang kepada BKIH dalam menegakkan kejujuran, kebenaran, dan keadilan, sesuai hukum dan UU serta berani melawan kebathilan.
Oleh Birru Ramadhan, pemerhati masalah soal politik