KedaiPena.Com – Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta (KSTJ) mempertanyakan alasan Menko Kemaritiman Luhut Panjaitan dan Menteri KLHK Siti Nurbaya yang resmi mencabut moratorium Pulau G pada tanggal 5 September 2016. Sikap ini sangat berbeda dengan apa yang terjadi pada tanggal 30 Juni 2016 dimana Menko Kemaritiman mengumumkan ke publik telah terjadi pelanggaran berat atas pembangunan Pulau G.
Saat itu rekomendasi memutuskan pembangunan pulau G tidak dilanjutkan. Alasannya sangat jelas pembangunan pulau G telah berdampak kepada kehidupan nelayan, rusaknya lingkungan, terganggunya PLN, proses perizinan yang melanggar hukum.
Perwakilan KSTJ Tigor Hutapea mengaku memang mencurigai kehadiran Luhut Panjaitan sebagai Menko Kemaritiman. Luhut, kata Tigor, sangat terlihat ingin memuluskan kembali kelangsungan reklamasi.
“Hal ini ditunjukkan dengan tertutupnya rapatnya seluruh informasi pembahasan reklamasi. Selain itu Pemerintah tidak pernah melibatkan pihak-pihak yang menolak reklamasi selama proses moratorium,” ujar Tigor kepada KedaiPena.Com, Sabtu (7/10).
Tigor melanjutkan, KSTJ yang terdiri dari organisasi nelayan, akademisi, mahasiwa, perempuan dan aktivis lingkungan hidup sama sekali tidak pernah didengar pendapatnya. Tidak hanya itu, lanjut Tigor, berbagai surat penolakan reklamasi, berbagai uapaya informasi publik tidak pernah direspon, ini adalah sikap negatif dari pemerintah kepada masyarakat.
“KSTJ mengingatkan kepada pemerintah dampak yang terjadi apabila reklamasi dilanjutkan. Dampak tidak hanya dirasakan didaerah reklamasi namun didaerah asal pengambilan material. Kami memperkirakan akan terjadi kembali muncul konflik agraria, kerusakan lingkungan dan krisis iklim,” imbuh Tigor.
“Dan pasca diberhentikannya reklamasi KSTJ menemukan sebuaha fakta, bahwa terjadi peningkatan jumlah tangkapan baik ikan dan kerang hijau, yang tentunya berdampak kepada kehidupan nelayan,” ungkap Tigor.
Laporan: Muhammad Hafidh