KedaiPena.Com – Massa dari mahasiswa Universitas Islam Riau (UIR) menggelar aksi demonstrasi di DPRD Riau, Senin lalu. Aksi ini diikuti oleh ribuan mahasiswa UIR.
Mereka meminta stabilkan perekonomian bangsa, selamatkan demokrasi Indonesia serta mengusut tuntas kasus korupsi PLTU Riau. Mereka juga mendesak agar Presiden Joko Widodo untuk diturunkan dari jabatannya
Mahasiswa yang mengenakan almamater berwarna biru tua ini, tiba di gedung rakyat sekitar pukul 14.30 WIB. Mereka datang dengan atribut berupa kain putih bertuliskan ‘Turunkan Jokowi’ yang ditulis dengan cat semprot warna merah.
Selain itu, mereka membawa boneka pocong dengan foto Jokowi. Setibanya di depan gerbang kantor DPRD Riau, massa sudah ditunggu oleh aparat kepolisian yang berjaga. Namun, aparat tak bisa berbuat apa-apa saat massa memaksa masuk ke halaman DPRD.
Setelah berhasil meringsek masuk, massa mengantungkan pocong itu di sebuah tiang di kantor DPRD Riau.
Sementara Bendera Merah Putih mereka turunkan setengah tiang. Tampak pocong tersebut tergantung di tiang itu. Sekitar 15 menit di luar gedung, mereka memaksa masuk ke dalam gedung.
Sempat terjadi aksi saling dorong antara massa dengan polisi dan Satpol PP. Meski begitu, massa berhasil masuk ke dalam gedung sambil membawa serta pocong Jokowi ke dalam gedung. Mereka masuk ke dalam gedung rapat paripurna.
Di dalam ruangan rapat paripurna, para mahasiswa ini menggelar sidang rakyat yang diawali dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya.
Sekretaris Jenderal Jaringan Aktivis ProDEM, Setyo P mengapresiasi gerakan tersebut. Menurutnya, hal ini menjadi mementum disaat mahasiswa mengalami degradasi dan disorientasi akut.
“Karena kampus yang juga kehilangan tugasnya untuk bertanggung jawab intelektual. Hari ini kampus tidak lebih seperti pabrik sarjana yang tidak memiliki tanggung jawab sosial dan intelektual, semua hanya mengejar komersialisasi pendidikan,†ujar dia kepada KedaiPena.Com, Selasa, (11/9/2018).
Setyo juga menambahkan, hal ini juga menjadi momentum bagi mahasiswa yang sudah kehilangan peran sebagai ‘agen of chance’.
“Sudah lama mahasiswa Indonesia tersesat dalam neoliberalisme kultural dan tidak sanggup mengkonstruksikan common sense dan common enemy of the state,†ungkap Setyo.
“Negara Indonesia berjalan sudah tidak sesuai lagi dengan Pancasila dan Pembukaan UUD 1945,†lanjut Setyo.
Setyo pun berharap agar unjuk rasa ini juga membangunkan tidur panjang gerakan mahasiswa Indonesia untuk kembali menjadi para pelaku sejarah.
“Kehadiran dan perjuangan mereka sangat ditunggu dan diharapkan oleh bangsa Indonesia. Karena hanya Mahasiswa yang memiliki modal moral hazard dan bebas nilai sehingga perjuangan mereka mampu menerobos sekat sekat ideologi dan kepentingan pragmatisme,†tandas Setyo.
Laporan: Muhammad Hafidh