KedaiPena.Com – Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher mengingatkan, pemerintah soal membengkaknya jumlah anak yatim dan piatu akibat kehilangan orang tua yang meninggal karena terpapar pandemi Covid-19.
Hal itu disampaikan oleh Netty Aher sapaanya saat menandai momentum Hari Anak Nasional (HAN) yang jatuh pada, Jumat, 23 Juli 2021.
“Meningkatnya angka kematian pasien Covid-19 tentu menambah jumlah keluarga yang kehilangan ayah, ibu bahkan keduanya. Pemerintah harus memitigasi dampaknya sejak sekarang agar tidak menjadi bom waktu di masa mendatang,” ujar Netty.
Menurut Wakil Ketua Fraksi PKS ini, ketidakhadiran orang tua akan berdampak buruk terhadap perkembangan anak.
“Pemerintah harus memiliki strategi penanganan anak-anak fatherless atau motherless ini. Apakah sudah disiapkan proses pendampingan mereka? Apalagi selama pandemi angka perceraian juga meningkat karena alasan ekonomi,” katanya.
Netty mengutip hasil survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) BPS yang menyebutkan pada 2015 sebanyak 5,89 persen pasangan suami istri bercerai (hidup).
Jumlahnya sekitar 3,9 juta dari total 67,2 juta rumah tangga. Pada 2020, persentase perceraian naik menjadi 6,4 persen dari 72,9 juta rumah tangga atau sekitar 4,7 juta pasangan.
“Anak-anak di rumah tanpa orang tua dan anak-anak belajar tanpa kehadiran guru secara fisik tentunya menjadi problem tersendiri. Apalagi, kita belum dapat mengukur tingkat optimalisasi dan efektivitas sistem pendidikan daring di masa pandemi ini,” ujarnya.
Oleh karena itu, Netty meminta pemerintah agar memperhatikan betul kondisi tersebut agar tidak menghambat peluang bonus demografi Indonesia menuju 2045.
Pada momentum HAN ini, Netty juga meminta pemerintah agar menyiapkan strategi perlindungan, pencegahan dan penanganan lebih spesifik terhadap anak pasien Covid-19, mengingat mereka rentan terhadap tekanan psikologis akibat kondisi tidak nyaman dalam masa perawatan atau isolasi.
“Apakah pemerintah sudah menyiapkan ruang isolasi, tenaga kesehatan dan pendampingan psikologis khusus untuk pasien anak? Bagaimana dengan ketersediaan obat-obatan, suplemen dan alkes yang sesuai dengan kondisi anak-anak,” tanya
Mengutip data Covid19.go.id, Netty menyebutkan, jumlah pasien Covid-19 usia 0-5 tahun ada sebanyak 2.9% atau sekitar 86.531 kasus dan usia 6-18 tahun sebanyak 9.9% atau sekitar 295.399 kasus.
“Kondisi ini tentu mengkhawatirkan mengingat anak-anak adalah generasi masa depan bangsa yang harus dilindungi dari serangan Covid-19, terutama varian delta yang mudah menginfeksi anak-anak,” ujarnya.
Netty juga meminta pemerintah segera menyiapkan program vaksinasi dengan dukungan nakes dan fasilitas yang tidak bisa disamaratakan dengan orang dewasa.
“Sebagain besar kasus anak terjadi akibat terpapar dari keluarga atau komunitas masyarakatnya. Oleh karena itu, pemerintah harus mampu memberikan edukasi dan informasi pada orang tua agar waspada terhadap paparan virus pada anak-anak mereka” katanya.
Netty meminta agar kampanye protokol kesehatan dengan sasaran keluarga harus lebih gencar dilakukan melalui beragam saluran media, baik media publik mau pun media sosial.
“Pemerintah harus secara sadar mengintervensi media untuk mendidik keluarga agar menjaga prokes di dalam rumah dan lingkungan, menjaga kesehatan anak-anak, meningkatkan asupan bergizi, membatasi mobilitas dan kegiatan luar rumah yang berpotensi paparan pada anak, seperti jalan-jalan, liburan, datang acara keramaian dan lainnya” ungkapnya.
Selain itu, kata Netty, layanan kesehatan untuk anak di lingkungan masyarakat, semisal balai kesehatan anak, posyandu dan puskesmas harus dapat dioptimalkan menjadi rujukan informasi dan komunikasi terkait pencegahan Covid-19 pada anak.
“Pelibatan organisasi yang peduli pada anak-anak juga diperlukan dalam upaya memberikan edukasi pada orangtua dan masyarakat, misalnya, melalui layanan informasi hotline service” paparnya.
Laporan: Muhammad Hafidh