Artikel ini ditulis oleh Salamuddin Daeng, Pemerhati Ekonomi Politik.
Indonesia produsen dan sekaligus eksportir minyak sawit terbesar di dunia, tapi pemerintah tidak sanggup mengatasi kelangkaan minyak goreng yang berasal dari minyak sawit atau CPO di dalam negeri. Bagaimana ini bisa terjadi? Pemerintah seolah melakukan pembiaran terhadap kondisi ini.
Ada beberapa kemungkinan mengapa peristiwa ini bisa terjadi?
Pertama, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi lalai dan tidak mengatur dengan baik tata niaga minyak sawit atau CPO. Keputusan DMO minyak sawit terlambat dan tidak dapat dilaksanakan.
Sangat aneh kalau menteri perdagangan tidak dapat memastikan pasokan minyak goreng yang sumbernya melinpah di Indonesia.
Kedua, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang tumpul tidak dapat menegakkan aturan atas dugaan praktek oligopolistik dan oligopsoni dalam perdagangan minyak sawit dan minyak goreng.
Sehingga pengusaha dapat mengendalikan secara penuh pasokan dan harga minyak goreng.
Ketiga, adanya kesalahan fatal dalam program bio diesel yang dijalankan oleh ESDM dan Pertamina yang menyedot 10 juta ton minyak sawit untuk dicampur dengan solar sebagai bahan bakar bio diesel.
Persaingan antara bahan makanan dengan bahan bakar tidak diperhitungkan secara matang.
Keempat, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto terlihat tidak fokus, dan tampak bingung, serta tidak dapat melakukan langkah cepat memastikan ketersediaan dan stabilitas harga minyak goreng di tanah air.
Sampai sekarang belum tampak kemampuan menteri dalam melakukan koordinasi lembaga dan kementerian lain untuk memastikan ketersediaan dan harga yang normal.
Kelangkaan minyak goreng dan harga minyak goreng yang melambung setinggi langit hingga perliter setara dengan 20 kali harga beras, bisa membuat presiden Jokowi susah hati serta kehilangan rasa percaya diri dapat menyelesaikan sisa waktu 2 tahun masa kekuasaannya.
Di tambah lagi kejadian belakangan ini mulai dari merosotnya nilai tukar, meningkatnya resiko gagal bayar APBN, kenaikan harga minyak, kelangkaan kedelai, dan lain sebagainya, dapat membuat presiden Jokowi kena mental.
Oleh karenanya segeralah para menteri dan instansi terkait bergerak dan jangan ongkang ongkang kaki, membiarkan jatuh korban akibat antrian, kepanikan merebut mendapatkan setetes minyak goreng.
[***]