KedaiPena.Com- Anggota Komisi VI DPR RI, Darmadi Durianto meminta agar jajaran direksi PT Telkom untuk memberikan kajian secara komprehensif terkait potensi atau ancaman yang bakal dihadapi dengan masuknya Starlink ke Indonesia.
Permintaan tersebut dilayangkan Darmadi dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi VI DPR RI dengan jajaran direksi PT Telkom di ruang rapat Komisi VI DPR RI, Gedung Nusantara I Kompleks Parlemen Jakarta, Kamis (29/05/2024).
“Sebenarnya soal Starlink ini masyarakat masih bertanya-tanya, Starlink itu apa, mau ngapain di kita. Kalau bicara Starlink sebenarnya kan banyak pemain serupa, paling tidak ada lima dalam catatan saya yang juga hendak masuk ke pasar Indonesia. Kami di Komisi VI ingin mengetahui secara detil terkait Starlink ini, jadi kami minta Telkom berikan kajian dibalik kehadiran Starlink ini. Seperti apa ancaman dan dampaknya terhadap bisnis Telkom itu sendiri ke depannya dengan hadirnya Starlink,” ujar Bendahara Megawati Institute itu, dikutip, Jumat,(31/5/2024).
Darmadi juga mengingatkan agar jajaran direksi Telkom tidak inferior tatkala mengeluarkan pernyataan di tengah publik terkait sikap mereka akan kehadiran Starlink.
“Saya lihat ada pejabat Telkom ketika ditanya media soal Starlink malah statementnya mendukung. Ini lelucon macam apa, jangan inferior gitu donk. Masa lini bisnisnya bakal terancam ambruk malah mendukung. Bapak-bapak bisa-bisa gak gajian loh nanti kalau Telkom ambruk dihantam Starlink,” sindir Politikus PDIP itu.
Darmadi juga menyoroti skema bisnis yang dilakukan Starlink bisa mengancam anak usaha Telkom ke depannya.
“Service Starlink ke depan yang membahayakan Telkomsel adalah Direct to cell. Service ini membuat mereke bisa melayani segmen cellular. Sekarang sedang uji coba dibeberapa negara dan responsnya positif. Jika berhasil maka Telkomsel dalam ancaman, karena bisa saja pelanggan Telkomsel berpindah ke Starlink. Itu artinya, jika Telkomsel ambruk, maka Telkom akan ambruk,” lirih Darmadi.
“Mereka kan gak mau gunakan kerjasama pemasaran bussiness to consumer (B2C) hanya mau bussiness to bussiness (B to B). Jelas ini ancaman serius yang tak bisa dianggap sebelah mata,” sambungnya.
Padahal, ungkap dia, negara seperti Amerika Serikat yang notabenenya menganut sistem ekonomi bebas, tapi jika berkaitan dengan kepentingan usaha dalam negerinya, Starlink sekalipun diharuskan tunduk pada aturan yang ada termasuk diwajibkan kerjasama dengan operator lokal.
“Di USA Starlink kerjasama dengan T Mobile untuk service direct to cell ini. Bahkan Negara-negara seperti China, Singapura,Thailand belum mau kasih masuk Starlink. Masa kita buru-buru kasih masuk tanpa kajian, hanya berharap investasi yang belum tentu dapat dari Elon Musk. Kita harus lindungi operator lokal, katanya kita anut sistem ekonomi Pancasila?,” tandasnya.
Darmadi juga mengungkapkan, kontribusi Telkomsel terhadap Telkom itu sangat signifikan jika dilihat dari sisi labanya.
“Di Q1 2024 kontribusi Telkomsel sebesar 88% dari total Laba Telkom, dan banyak usaha mendapat limpahan bisnis dari Telkomsel. Untuk itu maka, diperlukan road map dan strategi khusus menghadapi ancama ini. Sekali lagi, kalau Starlink masuk ke segmen B2C ya sudah Telkomsel gulung tikar dan alamat Telkom bakal ambruk dan tenggelam tinggal nama. Sekali lagi kami minta kajian yang komprehensif dari Telkom terkait potensi ancaman dari Starlink. Telkomsel dan Telkom adalah milik rakyat yang mesti kita lindungi dari ancaman asing,” tegasnya.
Darmadi juga menyinggung soal praktek predatory pricing yang dilakukan Starlink ketika masuk ke pasar Indonesia.
“Belum apa-apa mereka sudah banting harga (lakukan praktek predatory pricing) untuk hardwarenya (perangkat kerasnya) dari Rp7 juta an ke harga Rp4 juta an hampir 40 persen mereka banting harga. Saya yakin bisa mereka trunkan sampai satu juta bisa saja. Itu artinya, Internet Service Provider (ISP) macam Telkomsel bakal tergerus nantinya. Jadi tolong para pejabat Telkom jangan bersayap dalam memberikan statement ke publik, masa mau ambruk malah dukung pesaing. Saya paham kalian tidak punya kewenangan tapi paling tidak kasih masukan donk ke pemerintah agar paham soal potensi ancaman dibalik kehadiran Starlink terhadap keberlangsungan bisnis ISP dalam negeri dalam hal ini Telkomsel dan Telkom khususnya,” papar dia.
Terakhir, Darmadi juga menyoroti keberadaan sejumlah anak usaha Telkom yang tidak memiliki kontribusi yang cukup signifikan selama ini.
“Catatan saya, Telkom punya sembilan anak usaha. Dari semuanya itu hanya Telkomsel yang memiliki kontribusi besar dalam menyumbang pendapatan terhadap Telkom, 88,3 persen. Anak usaha lainnya sama sekali minim kontribusi. Jadi untuk apa dipertahankan kalau hanya jadi beban, sebaiknya anak usaha selain Telkomsel itu dievaluasi atau bila perlu dibubarkan saja,” tegasnya.
Laporan: Muhammad Lutfi