BAGI para orangtua muda dan para orangtua senior, para guru dan tenaga kependidikan, para pendamping anak, dan masyarakat luas secara umum.
Mewabahnya sejenis permainan baru di kalangan anak anak usia remaja, yang disebut dengan “skip challenge” atau “pass out challenge” sebagaimana beredar di media sosial, harus disikapi dengan kewaspadaan kita sebagai orangtua, pendidik, pelindung, sekaligus pengawal keselamatan dan proses tumbuh-kembang generasi anak-anak kita, yang notabene adalah para pemilik paling sah atas masa depan bangsa dan planet bumi, harus terus disiagakan.
Berdasarkan penelaahan Jaringan Anak Nusantara (Jaranan), kami menilai, bahwa “skip challenge” atau “pass out challenge” merupakan sejenis permainaan yang berbahaya sekaligus konyol dan tidak layak dimainkan oleh usia anak maupun orang dewasa.
Permainan ini dilakukan oleh lebih dari satu orang anak atau sekelompok anak. Biasanya juga dilakukan secara bergantian, diselingi ketawa-ketiwi dari anak-anak lain yang turut menyaksikan aksi tersebut.
Seakan permainan ini sekedar atraksi seru-seruan, padahal di balik itu bisa membahayakan keselamatan dan kesehatan, bahkan bisa menyebabkan kematian.
Caranya permainan konyol ini adalah dengan menekan bagian tertentu di daerah dada seorang anak oleh anak lainnya dengan kuat selama beberapa saat, yang menyebabkan pasokan oksigen ke otak anak tersebut berkurang atau malah terhenti. Sehingga menyebabkan anak itu kejang, yang berlanjut dengan kehilangan kesadaran (pingsan) sesaat.
Lalu beberapa saat setelah itu, si anak tersebut akan kembali siuman. Setelah permainan ini dilakukan, tak sedikit anak yang merasa memperoleh sensasi pengalaman yang “ngeri-ngeri sedap”, menegangkan sekaligus menyenangkan. Padahal sesungguhnya aksi itu potensial membahayakan keselamatan dan kesehatan anak.
Padahal pula, saat pingsan lantaran pasokan oksigen ke otaknya terhambat, hal itu bisa menyebabkan potensi kerusakan jaringan sel-sel otak dan sel-sel tubuh lainnya, kelumpuhan, bahkan kematian.
Dan jika saja saat anak yang ditekan dadanya itu terjatuh pingsan, namun gagal dipegangi tubuhnya oleh teman-temannya, sehingga membuat kepala anak itu terbentur keras ke lantai, atau tembok atau benda tumpul lainnya, tentu akan sangat mungkin ia akan mengalami cedera kepala maupun gegar otak.
Yang juga agak sinting dan mengkhawatirkan, bahwa sensasi pengalaman yang tercipta dari permainan ini ketika anak berkeinginan untuk mengulangi, dan terus mengulangi dengan intensitas yang sering. Karena efek “puncak” yang bisa ditimbulkan permainan ini dianggap mampu menyerupai pemakaian narkoba.
Oleh sebagian kalangan remaja, permainan ini bisa dianggap semacam metode alternatif untuk memperoleh efek seperti mengonsumsi norkoba dengan cara-cara legal.
Apalagi jika mereka terlanjur terbiasa berada dalam histeria sebuah kelompok, yang merasa tertantang dengan sensasi-sensasi tertentu yang nyerempet-nyerempet bahaya.
Dan merasa bangga dengan pujian teman-teman ketika terus melakukan aksi yang notabene berbahaya, konyol dan mengundang maut tersebut.
Untuk itu, Jaranan mengimbau kepada para orangtua untuk mengawasi secara seksama dan mengedukasi anak-anaknya akan potensi bahaya yang mengintai dari permainan “skip challenge” atau “pass out challenge” ini, maupun jenis-jenis permainan dan aksi-aksi konyol dan berbahaya lainnya.
Mati kita berikan perspektif-perspektif dan juga akses-akses pada permainan-permainan dan aktivitas-aktivitas bernilai prestatif yang bisa dilakukan anak-anak kita, sekaligus bahu-membahu diantara sesama para orangtua untuk melakukan bimbingan dan pembinaan terhadapnya.
Delikian juga kepada para guru dan tenaga kependidikan di sekolah, agar lebih teliti lagi mengawasi aktivitas anak-anak di jam-jam kosong pelajaran, atau di jam-jam istirahat pelajaran, maupun di sudut-sudut tertentu yang biasa jadi tempat berkumpulnya kelompok-kelompok pelajar.
Lakukanlah edukasi kepada para siswa tentang potensi kecelakaan fatal yang bisa merenggut nyawa akibat dari jenis permainan berbahaya seperti “skip challenge” atau “pass out challenge” ini.
Galilah, temukanlah, dan poleslah sebaik-baiknya bakat-bakat terpendam yang ada pada diri setiap siswa. Bimbinglah mereka sebaik-baiknya meraih prestasi setinggi-tingginya pada potensi-potensi bakat yang mereka miliki.
Dan bagi masyarakat luas, mari kita tingkatkan fungsi kita sebagai “orangtua sosial”, dengan memulai, ataupun meningkatkan lagi peran perlindungan anak, pengawasan, edukasi, dan pembinaan bagi anak-anak di lingkungan kita.
Di mana mereka adalah generasi pewaris paling sah atas masa depan Nusantara tercinta dan planet bumi. Agar mereka tumbuh dan berkembang secara positif, serta terhindar dari aksi-aksi konyol-sensasional yang membahayakan keselamatan dan kesehatan mereka.
Semoga kita semua bisa sama-sama waspada dan saling bahu-membahu demi kebaikan anak-anak nusantara tercinta.
Oleh Nanang Djamaludin, Direktur Eksekutif Jaringan Anak Nusantara (Jaranan)