KedaiPena.Com – Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI Bidang Ekonomi dan Keuangan Ecky Awal Mucharam merisaukan kinerja efisiensi dan efektifitas pergerakan logistik Indonesia yang merosot.‎
Hasil Indeks Logistik Global atau Logistics Performance Index (LPI) 2016 yang dirilis Bank Dunia menunjukkan Indonesia menempati peringkat ke-63 dari 160 negara yang dipantau, dengan skor 2,98.‎
“Sangat menyedihkan, dua tahun terakhir Indeks Logistik Global kita merosot 10 peringkat. Padahal alokasi anggaran untuk infrastruktur sudah kita dukung untuk ditingkatkan dengan sangat besar,” ujar dia.
“Pemerintah harus bekerja lebih baik dalam pelaksanaan proses pembangunan infrastruktur dan perbaikan masalah logistik tersebut. Karena ini akan berkaitan dengan harga-harga barang untuk rakyat,†papar Ecky dalam menanggapi merosotnya Indeks Logistik Global tersebut, di Jakarta, Rabu (12/10).‎
Sebagaimana diketahui, LPI merupakan indeks yang penting untuk mengukur dan menentukan kinerja efisiensi dan efektifitas pergerakan logistik yang memiliki hubungan dengan pelayanan pengiriman logistik (supply chain) dan ekspor suatu negara.‎
Indeks ini dibangun berdasarkan hasil survei yang dilakukan kepada 1,051 orang professional dalam industri logistik negara-negara di wilayah operasinya. Baik capaian skor maupun peringkat, LPI Indonesia menurun drastis jika dibandingkan dengan tahun 2014 saat skor Indonesia mencapai 3,08 dan berada di peringkat ke-53.Â
Sementara itu, di Asean, untuk tahun 2016 Indonesia berada di posisi ke-4 setelah Singapura, Malaysia, dan Thailand tetapi dengan jarak skor yang cukup jauh.‎
“Artinya selama dua tahun ini tingkat efisiensi dan efektifitas logistik terutama pergerakan barang di Indonesia pada Pemerintahan Pak Jokowi-JK mengalami penurunan. Mestinya pemerintahan sekarang mengambil langkah serius terkait hal ini. Pemerintah telah berbicara besar terkait masalah logistik ini dan menjadikannya prioritas. Tetapi faktanya kinerjanya memburuk,†tegas Anggota Komisi XI DPR RI ini‎
Laporan Bank Dunia tersebut memberikan enam ukuran dan parameter penilaian komponen LPI, yang terdiri dari efisiensi pengurusan bea dan cukai, kualitas infrastruktur perdagangan dan transportasi, kemudahan mengatur pengiriman barang internasional dengan harga kompetitif, kompetensi dan kualitas pelayanan logistik, kemampuan pelacakan dan penelusuran barang, dan ketepatan waktu pengiriman barang atau jasa.‎
“Kalau kita dekomposisi, telah terjadi penurunan di empat komponen LPI Indonesia yaitu pelayanan di bea dan cukai, infrastruktur, logistik, dan ketepatan waktu. Nilai pelayanan bea dan cukai sebesar 2,69 yang sebelumnya adalah sebesar 2,87,” lanjutnya.‎
Hal ini mengakibatkan penurunan peringkat Indonesia yang sebelumnya berada di posisi 55 menjadi turun di posisi 69. Untuk komponen infrastruktur pada tahun 2014 mendapatkan nilai 2,92 dan turun sebesar 0,27 poin menjadi 2,65, maka berakibat posisi ranking turun 17 peringkat yang sebelumnya berada di posisi 56 menjadi 63.Â
“Padahal alokasi anggaran untuk infrastruktur sudah kita dukung dengan sangat besar. Tercatat bahwa alokasi Anggaran infrakstruktur di APBN pada tahun 2014 sebesar Rp 206,7 triliun dan pada tahun 2016 mencapai Rp290,3 triliun,” urai Ecky.‎
Selanjutnya, LPI Indonesia pada tahun 2016 juga turun diperburuk oleh penurunan komponen kompetensi dan kualitas logistik sebesar 0,21 poin, sehingga mempengaruhi peringkat Indonesia di posisi 55 turun 14 peringkat. Menurut Bank Dunia komponen-komponen seperti bea dan cukai, masalah infrastruktur dan pelayanan terkait sekali dengan fungsi pengaturan kebijakan pemerintah.Â
Hal yang positif terjadinya perbaikan di komponen pengiriman internasional dan komponen pelacakan dan penelusuran sebesar 0,03 dan 0,08 poin. Walau perubahan nilai tersebut terlihat kecil namun hal ini mampu mengangkat posisi Indonesia berada di peringkat 71 dan 51 dunia. ‎
Akan tetapi komponen ketepatan waktu pengiriman barang Indonesia mengalami penurunan sebesar 0,07 poin dengan nilai 3,46 pada tahun 2016 dari 3,53 pada tahun 2014. Penurunan ini menyebabkan Indonesia pada mulanya berada di peringkat 50 turun 12 peringkat menempati posisi ke-62. Menurut laporan Bank Dunia komponen ketepatan waktu, pelacakan dan penelusuran, dan pengiriman barang internasional merupakan komponen kinerja rantai logistik suatu negara (supply chain).‎
Menurut Ecky harus diakui juga telah terjadi penurunan LPI di beberapa negara ASEAN seperti Thailand dan Malaysia. Namun jika dibandingkan dengan beberapa negara ASEAN yaitu Singapura, Malaysia dan Thailand secara berturut-turut berada di peringkat 5, 32, dan 45, sedangkan Indonesia berada di peringkat 63. Indonesia memiliki nilai 2,98 jika dibandingkan dengan Singapura 4,14, Malaysia 3,43, dan Thailand 3,26.‎
“Maka dapat dilihat bagaimana lemahnya posisi dan daya saing Logistik Indonesia di antara 3 negara dalam satu wilayah ASEAN. Pemerintah perlu memiliki kebijakan dan roadmap yang jelas dalam membangun basis industri dan produksi kuat yang salah satunya disokong oleh supply chainyang efektif dan efisien. Hal ini sangat penting dalam rangka memenuhi kebutuhan dalam negari ataupun ekspansi produksi berupa ekspor yang berdaya saing ke luar negara. Kita mendorong agar dengan supply chain yang baik, harga-harga akan turun dan produk-produk domestic juga jauh lebih kompetitif. Ini akan berpengaruh signifikan pada kesejahteraan rakyat,†tegas Ecky.‎
Ecky sebelumnya juga mengkritisi penurunan Indeks Daya Saing Global Indonesia. Dimana dalam Laporan Indeks Daya Saing Global (Global Competitiveness Report) 2016-2017 yang dirilis Forum Ekonomi Dunia (WEF), Daya saing Indonesia merosot dari peringkat ke-37 tahun lalu menjadi peringkat ke-41 tahun 2016 dari 138 negara. Ecky juga menambahkan, tahun sebelumnya peringkat daya saing ekonomi Indonesia dalam Global Competitiveness Report 2015-2016 juga turun dari peringkat ke 34 menjadi peringkat 37 dari 140 negara.
(Prw)‎