KedaiPena.Com – Merehabilitasi psikologis anak korban kekerasan seksual bukan perkara gampang karena memerlukan proses yang cukup panjang. Akan tetapi hal ini sangat penting dilakukan karena korban kejahatan seksual khususnya anak memiliki hak untuk mendapatkan bantuan sesuai perintah peraturan perundang-undangan.
Kepala Bidang Kesejahteraan dan Perlindungan Anak pada BP3AKB Provinsi Jawa Tengah mengatakan, merehabilitasi psikologis anak korban kekerasan seksual prosesnya panjang. Salah satu tantangannya yakni ketersediaan psikolog anak yang sangat terbatas.
“Untuk psikolog anak, ini yang tidak banyak,†kata Win, sapaan akrabnya pada seminar LPSK bersama Kanwil Kemenkumham Jateng di Semarang, Rabu (14/6).
Selain ketersediaan psikolog anak, tantangan lainnya dalam merehabilitasi anak korban kekerasan seksual, menurut Win, adalah biaya yang dikeluarkan cukup besar karena proses rehabilitasi yang panjang.
Hanya saja, meski demikian, rehabilitasi psikologis bagi anak korban kekerasan seksual ini sangat penting. Selain karena ada hak mereka untuk direhabilitasi, juga mencegah agar mereka tidak menjadi pelaku di kemudian hari.
Win menuturkan, ada satu kasus dimana ada anak yang menjadi korban kekerasan seksual. Kemudian yang bersangkutan dititipkan di satu tempat untuk direhabilitasi. Namun, apa yang terjadi, ternyata anak tersebut malah menjadi pelaku kekerasan seksual terhadap anak-anak lain di lingkungan tempat dia dititipkan.
“Bagaimana pun rehabilitasi penting dan anak korban kekerasan seksual harus dipulihkan,†ujar dia.
Selain Sri Winarna dari BP3AKB Jateng, seminar yang dilaksanakan LPSK bekerja sama dengan Kanwil Kemenkumham Jawa Tengah juga menghadirkan beberapa narasumber lainnya, yaitu Direktur Reskrimum Polda Jateng Kombes Pol Gagas Nugraha dan Wakil Ketua LPSK Lies Sulistiani.
Acara yang dihadiri aparat penegak hukum dan pemangku kepentingan lainnya ini dipandu Wakil Ketua LPSK Teguh Soedarsono.
Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai mengatakan, kerja sama menjadi kata kunci dalam membantu anak korban kekerasan seksual. Jika tanggung jawab tersebut diserahkan kepada salah satu pihak saja, tentu akan sulit mencapai hasil maksimal.
Untuk itulah, LPSK sengaja menggelar kegiatan di Semarang untuk kembali mensinergiskan semua pemangku kepentingan dalam membantu anak korban kekerasan seksual.
Menurut Semendawai, setiap lembaga yang memiliki tugas dan fungsi membantu para korban kejahatan harus bisa saling isi, saling membangun dan saling menguatkan.
Dengan demikian, ke depan, akan lebih banyak lagi korban yang berani melaporkan kekerasan seksual yang menimpanya kepada aparat penegak hukum sehingga pelakunya bisa diproses sesuai ketentuan yang berlaku.
Karena apabila banyak anak korban kekerasan seksual yang enggan melapor, kondisi demikian, lanjut Semendawai, bukan saja tidak baik bagi dirinya sendiri, tetapi juga bagi lingkungan sekitarnya.
“Kerja sama penting untuk memperkuat korban serta membantu korban agar mereka yang sudah “jatuh†atau menderita menjadi lebih kuat dan mampu bangkit menghadapi permasalahannya,†tutur dia.
(Prw)