Artikel ini ditulis oleh Steph Subanidja, Guru Besar Ilmu Manajemen, Dekan Sekolah Pascasarjana, Perbanas Institute.
MENJADI pribadi yang lebih baik adalah perjalanan berkelanjutan dan melibatkan berbagai aspek kehidupan. Revolusi mental, yang diinisiasi oleh Presiden Joko Widodo pada awal masa jabatannya, 2014, sejatinya ditujukan untuk mendorong perubahan sikap, perilaku, dan budaya masyarakat Indonesia menuju pola pikir yang lebih positif, lebih produktif, dan berkarakter agar menjadi pribadi yang lebih baik dari waktu ke waktu. Selalu berusaha untuk melihat sisi baik dari setiap situasi dan bersyukur atas apa yang kita miliki menjadi sebuah pilihan kehidupan. Gaung revolusi mental Jokowi kalah keras dibanding hingar bingar warga internet memburukkan pihak lain. Lantas mengapa masih banyak dari kita berupaya menjadi pribadi yang lebih baik dengan cara memburukkan orang lain ?
Mengapa Membaikkan Diri?
Orang berupaya membaikkan diri mereka, disebabkan adanya dorongan dan motivasi yang bersifat intrinsik maupun ekstrinsik. Banyak orang ingin mencapai kebahagiaan, kesejahteraan, kedamaian batin, dan kepuasan dalam hidup mereka, membaikkan diri bisa menjadi salah satu cara untuk meraih hal-hal tersebut. Orang-orang sangat sering memiliki dorongan alami untuk berkembang, belajar hal baru, dan menjadi versi terbaik dari diri mereka sendiri. Proses ini melibatkan peningkatan dalam berbagai aspek kehidupan, seperti pengetahuan, keterampilan, kesehatan, dan keterampilan sosial untuk membaikkan dirinya.
Seseorang pada dasarnya memiliki tujuan tertentu yang ingin dicapai dalam hidup mereka, dan perbaikan diri diperlukan sebagai langkah untuk mewujudkan tujuan tersebut melalui instrumen membaikkan diri.
Ketika seseorang menghadapi kesulitan atau hambatan dalam hidup, mereka mungkin merasa perlu untuk memperbaiki diri guna mengatasi rintangan tersebut dan tumbuh dari pengalaman tersebut sehingga membaikkan diri merupakan sebuah pilihan. Lingkungan sosial seseorang juga dapat menjadi faktor penting yang mendorong perbaikan diri. Dorongan dari keluarga, teman, atau mentor dapat memberikan motivasi tambahan untuk melakukan perubahan positif.
Kemudian upaya untuk memperbaiki diri juga sering terkait dengan kesehatan mental dan fisik. Orang berupaya meningkatkan kualitas hidup mereka dengan merawat kesehatan tubuh dan pikiran. Konsep pemenuhan diri dapat mendorong seseorang untuk mencari arti dan tujuan hidup yang lebih bermakna, serta mengejar hal-hal yang memberikan kepuasan yang mendalam secara emosional dan spiritual. Itulah mengapa seseorang atau kelompok berkeinginan untuk membaikkan dirinya.
Mengapa Memburukkan Orang Lain?
Orang bisa memiliki berbagai alasan mengapa mereka memilih untuk memburukkan orang lain. Ada beberapa alasan yang mungkin muncul. Pertama adalah rasa rendah diri. Orang yang merasa tidak aman atau rendah diri tentang diri mereka sendiri cenderung mencari cara untuk meningkatkan perasaan mereka dengan mempermalukan atau memburuk-burukkan orang lain.
Kedua adalah perasaan tidak nyaman dengan diri sendiri. Orang yang tidak nyaman dengan keadaan atau pilihan hidup mereka sendiri mungkin menggunakan kritik terhadap orang lain sebagai cara untuk mengalihkan perhatian dari masalah mereka sendiri.
Ketiga adalah rasa tidak suka atau iri. Rasa tidak suka atau iri terhadap keberhasilan atau kebahagiaan orang lain dapat mendorong seseorang untuk memburuk-burukkan orang tersebut sebagai cara untuk meredakan perasaan negatif mereka sendiri.
Keempat adalah upaya memperoleh keunggulan sosial. Beberapa orang mungkin memilih untuk memburuk-burukkan orang lain untuk meningkatkan posisi mereka dalam hierarki sosial, dengan harapan bahwa dengan membuat orang lain terlihat buruk, mereka sendiri akan terlihat lebih baik.
Kelima adalah ketidaktahuan atau kurangnya empati. Terkadang, orang tidak menyadari efek dari perkataan atau tindakan mereka terhadap orang lain. Mereka mungkin tidak memiliki empati atau pengertian yang cukup untuk memahami dampak dari perilaku mereka.
Memiliki pemahaman tentang mengapa orang memilih untuk memburukkan orang lain dapat membantu dalam menangani situasi tersebut dengan lebih baik. Mengembangkan empati, membangun kepercayaan diri yang positif, serta menghargai keberhasilan orang lain adalah beberapa langkah yang dapat membantu mengurangi perilaku memburuk-burukkan orang lain dalam komunitas atau lingkungan sosial.
Membaikkan dengan Memburukkan
Tindakan membaikkan diri dengan cara menjelekkan atau memburukkan orang lain bukanlah pilihan yang tepat. Ada beberapa kutipan bijak yang bisa menjadi panduan. Pertama “Kita bisa menjadi besar bukan dengan merendahkan orang lain, tetapi dengan mendukung dan menginspirasi mereka.” Kedua, “Menjadi lebih baik bukanlah tentang mengalahkan orang lain, tetapi tentang melampaui versi diri kita yang sebelumnya.”
Ketiga, “Berhenti membandingkan diri dengan orang lain. Jika ingin membandingkan sesuatu, bandingkanlah diri sendiri untuk keadaan sekarang dengan keadaan sebelumnya.” Keempat, “Kebaikan yang sesungguhnya adalah saat seseorang bisa tumbuh tanpa harus menginjak-injak orang lain.” Kelima, “Ketika kita berfokus pada memperbaiki diri sendiri, tidak ada waktu untuk mengkritik orang lain.” Keenam, membangun diri sendiri seharusnya tidak melibatkan mencari kesalahan pada orang lain. Lebih bijak fokus pada pertumbuhan diri, mengidentifikasi kelemahan yang perlu diperbaiki, dan menjadi pribadi yang lebih baik tanpa merendahkan orang lain. Jadi mengapa kita masih membaikkan diri dengan memburukkan orang lain? Akankah revolusi mental Jokowi dilanjutkan?
Membaikkan tanpa Memburukkan
Memperbaiki situasi atau hal-hal tanpa merendahkan atau mencela orang lain adalah prinsip yang sangat penting. Ada beberapa cara untuk memperbaiki sesuatu tanpa merugikan atau menjelekkan orang lain.
Pertama adalah berfokus pada solusi dengan mengalihkan perhatian pada cara-cara untuk memperbaiki situasi daripada menyalahkan atau menjelekkan orang lain. Solusi kreatif yang dapat meningkatkan keadaan tanpa merugikan pihak lain adalah sebuah instrumen bijak.
Kedua adalah komunikasi yang konstruktif. Ketika ada masalah atau tidak sepakat atas sesuatu, berkomunikasi secara jujur dan sopan adalah juga sebuah pilihan bijak. Fokus pada masalah atau situasi adalah pilihan bijak daripada menyalahkan individu.
Ketiga adalah mendorong kolaborasi dengan mengajak orang lain untuk bekerja sama dalam menyelesaikan masalah atau mencapai tujuan bersama. Kolaborasi dapat membantu menciptakan solusi yang lebih baik tanpa menunjukkan kesalahan individu.
Keempat adalah memberikan umpan balik secara bijaksana. Jika perlu memberikan umpan balik, dengan cara yang membangun. Saran atau kritik secara konstruktif tanpa membuat individu merasa dihina atau diabaikan adalah juga pilihan bijak.
Kelima adalah fokus pada perbaikan diri sendiri. Ketika seseorang berusaha memperbaiki situasi, perlu mempertimbangkan juga bagaimana kita dapat berkembang dan berkontribusi lebih baik. Ini bisa menjadi inspirasi bagi orang lain untuk melakukan hal serupa.
Keenam adalah menjaga sikap positif dengan menghindari berkomentar atau memperdebatkan kekurangan orang lain adalah juga pilihan bijak dengan mengalihkan energi untuk membangun suasana yang positif dan produktif.
Ketujuh adalah menghargai kontribusi orang lain. Penghargaan terhadap upaya dan kontribusi orang lain adalah cara yang baik untuk memperbaiki hal tanpa merendahkan mereka. Ucapan terima kasih dan apresiasi atas kontribusi positif yang diberikan adalah tujuan utama dari memperbaiki situasi adalah untuk mencapai hasil yang lebih baik tanpa merugikan atau merendahkan orang lain.
Dengan pendekatan yang penuh kepedulian dan konstruktif, kita dapat memainkan peran yang positif dalam memperbaiki keadaan tanpa membuat orang lain merasa tersinggung atau terancam.
(***)