SALAH satu “Jokowi Effect” adalah referendum. Apa yang di ungkapkan lantang oleh Ketua Partai Aceh Muzakir Manaf yang akrab dipanggil Mualeem menjadi resonansi negeri.
Gaungnya keras. Dasarnya adalah kekhawatiran negara yang dipimpin Jokowi ini bakal menjadi negara terjajah.
Tanpa menyebut negara tapi yang dirasakan banyak anak bangsa adalah kolaborasi rezim Jokowi dengan Cina.
Proyek “jalan sutra” menambah bahaya setelah sektor sektor ekonomi penting telah dikuasai pengusaha (keturunan) Cina.
Aceh berteriak referendum untuk melepas sebagai negara berdaulat sebagaimana Timor Timur yang sukses.
Waktu lalu juga di Yogyakarta pernah terdengar adanya tuntutan masyarakat untuk referendum pemisahan diri. Kecewa terhadap kebijakan pemerintahan pusat.
Kini ada larangan kepemilikan tanah untuk keturunan Cina di Yogya. Sultan pun digugat oleh komunitas keturunan. Tapi pengadilan menolak gugatan tersebut.
Kekhawatiran “penjajahan” sebenarnya terjadi dimana mana. Pemerintahan Jokowi dinilai sangat dekat dengan Cina.
Suara dari Aceh adalah kritik terkeras untuk rezim. Sudah banyak kritik yang tak didengar bahkan dibungkam lewat bahasa beragam termasuk makar.
Di media sosial ancaman referendum seperti bentuk perlawanan atas ketidakadilan. Pilpres yang “memaksakan” Jokowi menang bisa saja tak terbendung.
Bukan karena hebatnya tapi diragukan ‘fair’-nya kompetisi. Rendah tingkat kepercayaan masyarakat akan kejujujuran dan keadilan pemilu saat ini.
Ada muncul isu Republik Andalas Raya untuk Sumatera. Di ‘Whatsapp Group’ canda tentang referendum negara Pasundan.
Ada komen mau pindah ke Aceh jika referendum berhasil. Sejarah bangsa pernah melalui Republik Indonedia Serikat.
Referendum bisa jadi ‘trending topics’ beberapa waktu ke depan. Tapi bisa pula sebentar lagi menyinggung referendum pun akan dituduh makar. Rezim memang sedang sensitif.
Substansi yang mesti ditangkap adalah kekecewaan bahkan mungkin keputusasaan atas keadaan negara yang terasa semakin tak jelas arah.
Kedaulatan negara terombang ambing. Persepsi “penjajahan” menguat dengan pribumi yang semakin teralienasi.
Pemilu yang dipandang tak jujur dan adil dengan kentalnya pemihakan aparat.
Diskursus referendum sebenarnya menjadi hal yang tak perlu asal ada kemauan Pemerintah untuk mau mengoreksi diri. Bukan semakin sensitif dan represif.
Oleh M Rizal Fadillah, Pemerhati Politik, Tinggal di Bandung