KedaiPena.com – Aksi demo di PT. Pelita Enamel Industry (PT.Pelita EI-red) yang berlangsung sejak beberapa hari yang lalu dan masih berlangsung hingga Jumat (6/10/2023), mendapat sorotan dari aktivis yang juga Ketua Umum Komite Masyarakat Peduli Indonesia (Kompi), Ergat Bustomy.
“Aksi demonstrasi yang dilakukan mantan karyawan PT. Pelita Ei telah mengundang kontroversi dan perdebatan. Sejauh mana seseorang atau kelompok bisa menuntut hak mereka tanpa menginjak hak orang lain?,” kata Ergat, Sabtu (7/10/2023).
Menurut Ergat, persoalan yang sedang terjadi tersebut menggarisbawahi pentingnya beberapa aspek dalam tatanan negara Indonesia, yaitu menuntut hak dengan bijak, kepastian hukum, dan pemisahan fungsi serta tanggung jawab institusi.
“Demonstrasi, sebagai wujud ekspresi dan kebebasan berpendapat, memang mendapat jaminan konstitusional melalui UUD 1945 dan UU No. 9 Tahun 1998. Namun, aksi yang diambil oleh para pendemo tersebut, seperti merusak dan menyandera kendaraan, mengintimidasi serta melukai karyawan, dan bahkan salah sasaran dengan menahan kendaraan milik penyewa gudang—telah menyimpang dari batasan yang seharusnya ditaati,” paparnya.
Ia menyatakan aksi anarkis tersebut bukan hanya merugikan PT. Pelita EI, tetapi juga pihak-pihak lain yang tidak terkait dengan konflik internal perusahaan tersebut.
“Di sini, penting untuk membedakan antara menuntut hak dengan cara yang sah dan merampas hak orang lain dalam prosesnya. Menuntut hak memang adalah wujud dari demokrasi, namun dalam pelaksanaanya harus dilakukan dengan tetap menghormati hak dan kebebasan individu lain. Hal inilah yang akan mencerminkan perilaku masyarakat yang beradab. Dalam hal inilah unsur penegakan hukum harus senantiasa hadir untuk memastikan bahwa setiap individu, baik yang menuntut haknya maupun yang pihak-pihak lain, semuanya mendapatkan perlindungan dan keadilan,” paparnya lagi.
Ergat meneruskan, setiap warga negara harus merasa yakin bahwa hukum akan ditegakkan dengan tegas dan adil. Kejadian di PT. Pelita EI menjadi sorotan karena menimbulkan pertanyaan sejauh mana kepastian hukum dapat dijamin di Indonesia.
“Dari aspek dunia internasional, kondisi penegakan hukum di sebuah negara memiliki dampak pada pandangan dunia internasional. Investasi, kerja sama bilateral, dan hubungan diplomatik seringkali bergantung pada persepsi tentang stabilitas dan kepastian hukum. Ketidakpastian hukum dapat merugikan citra Indonesia di mata dunia internasional,” kata Ergat lebih lanjut.
Dalam kasus PT. Pelita EI, lanjutnya, muncul pertanyaan tentang fungsi dan tanggung jawab masing-masing institusi. Polisi berada di garis depan untuk menjamin rasa keamanan dan ketertiban. Mereka bertanggung jawab atas perlindungan hak warga dan penegakan hukum. Sementara itu, instansi seperti Dinas Tenaga Kerja memiliki tugas dan kewenangan dalam isu-isu industri dan hubungan kerja.
“Pemisahan fungsi ini harus jelas agar masing-masing institusi dapat bekerja dengan efektif sesuai tugas pokoknya. Dalam menyelesaikan sebuah konflik, perlu ada kerjasama antar-institusi dengan pemahaman yang jelas atas tanggung jawab masing-masing. Kepastian hukum, integritas institusi, serta tanggung jawab kolektif adalah kunci untuk memastikan bahwa setiap warga dapat menuntut haknya tanpa merampas hak orang lain. Dengan kerja sama antar-institusi dan komitmen kuat terhadap kepastian hukum, kita dapat memastikan bahwa Indonesia tetap menjadi negara yang aman, adil, dan mendapatkan pengakuan positif di kancah internasional,” urainya.
Ergat berharap kejadian di PT. Pelita EI menjadi pelajaran berharga bagi kita semua.
“Menuntut hak boleh saja, namun pastikan itu dilakukan dengan cara yang benar dan tidak merugikan pihak lain, apalagi dengan tindakan-tindakan yang melanggar hukum,” tandasnya.
Secara terpisah, Pengacara PT Pelita EI, Henny Karaenda menjelaskan belum ada perkembangan dari laporan kepada pihak kepolisian yang dilakukan pada 22 September 2023 lalu.
“Belum ada perkembangan apapun dan saya masih menunggu panggilan dan SP2HPnya,” kata Henny ketika dikonfirmasi terkait pelaporan atas tindak bagaimana kekerasan pada dirinya dan tindak pengrusakan mobil miliknya.
Ia juga menyampaikan dalam aksi demo di PT Pelita EI itu, tak semuanya merupakan mantan pekerja PT Pelita EI.
“Banyak pihak-pihak tidak dikenal ikut serta juga. Bahkan beberapa orang yang saya laporkan menyerang mobil dan diri saya, bukan mantan pekerja PT. Pelita Enamelware Industry,” kata Henny.
Henny juga menyampaikan apreasiasinya atas penanganan kepolisian terhadap aksi demonstrasi sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) dengan tetap mengedepankan cara persuasif agar aksi- aksi anarkis tidak terjadi, mengedepankan dialogis, humanis dan tindakan pencegahan.
“Namun jika hal- hal itu sudah dilakukan, tapi tetap melakukan aksi blokade dan tindakan anarkis lainnya, maka kami berharap kepolisian dapat bertindak tegas sesuai ketentuan dan aturan yang ada,” ungkapnya.
Selain itu, ia juga menyampaikan telah melaporkan aksi mogok kerja ke Dinas Tenaga Kerja.
“Sudah kami sampaikan ke Disnaker bahwa pemberitahuan mogok kerja tidak sah dan pelaksanaannya juga tidak tertib dan damai. Disnaker sudah melakukan 4x pemanggilan sebagai upaya Disnaker mencegah terjadinya mogok kerja. Dua kali panggilan Pertama pihak Perusahaan hadir namun pihak mantan pekerja tidak ada yang hadir sehingga yang ketiga diselenggarakan di pabrik. Disnaker yang datang ke pabrik menyampaikan bahwa unjuk rasa dan mogok kerja adalah Hak pekerja namun pelaksanaannya harus tertib dan damai,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa