KedaiPena.Com -Â Wakil Ketua Komisi VI DPR, Inas Nasrullah Zubir mengatakan, selama ini Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno gagal membina dan mengawasi di setiap perusahaan plat merah di Indonesia.
Hal itu, kata dia, dapat terlihat dari beberapa perkara korupsi di BUMNÂ yang menjerat para direktur utama plat merah, seperti mantan Dirut Pelindo II RJ Lino lalu mantan Dirut PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar, mantan Dirut PT PAL M. Firmansyah Arifin dan terakhir mantan Dirut PT Jasindo Budi Tjahjono.
“Padahal, Kementrian BUMN selalu kencang menempatkan komisaris yang dipilih dari kalangannya sendiri untuk mengawasi direksi-direksi BUMN,” papar Inas kepada KedaiPena.Com, Jumat (12/5).
“Lalu, kenapa bisa kebobolan juga sehingga suap dan korupsi masih saja terjadi? Apakah karena para komisaris BUMN tersebut tidak kompeten dalam menjalankan tugasnya atau ada hal lain,” sambung Inas.
Inas pun menilai, maraknya tindakan korupsi di perusahaan plat merah terjadi karena memang selama ini penunjukan direktur utama dan komisaris dilakukan oleh pemerintah melalui Menteri BUMN. Di sinilah letak kerawanannya, karena bisa saja keduanya memang sudah diatur untuk bekerja sama dalam segala hal.
Tak hanya itu, lanjut Inas, penunjukan langsung tersebut pun telah membuat sebagian besar komisaris di BUMN-BUMN melakukan rangkap jabatan sebagai pejabat publik di Pemerintahan.
Karena menurut data Ombudsman dari 118 BUMN yang terpantau maka terdapat kurang lebih 200-an komisaris yang merangkap jabatan sebagai pelaksana pelayanan publik.
“Padahal juga, pasal 17, Undang-undang No. 25 tahun 2009 melarang pelaksana pelayanan publik merangkap jabatanan sebagai komisaris di badan usaha milik negara, dan badan usaha milik daerah,” ungkap dia.
Atas dasar itulah, tegas politisi Partai Hanura ini, Komisi VI DPR RI akan mengatur kembali perihal kebijakan penunjukan Direktur Utama dan komisaris BUMN pada RUU BUMN.
“Agar Ibu Menteri tidak dapat melakukan hal sesuka hatinya. Karena jabatan ganda komisaris inilah yang disinyalir sarat dengan konflik kepentingan serta kongkalikong pejabat publik tersebut dan bahkan juga main mata dengan direksi,” pungkas Inas.
Laporan: Muhammad Hafidh