KedaiPena.Com – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA) Yohana Yambesi diduga ‘mbalelo’ dalam pernyataannya, terkait staf khusus yang diturunkan ke Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, untuk menyelidiki kasus dugaan malpraktek yang dialami almarhum Enjelin Johanna Simanjuntak (14) di RSUD Pandan.
Pasalnya, keberadaan staf khusus yang disebut-sebut Menteri Yohana telah diturunkan hingga kini tak diketahui keberadaannya.
Pangeran Simanjuntak, kerabat korban Enjelin yang dikonfirmasi KedaiPena.Com di Tapteng, Sabtu (18/6) mengaku pihaknya tak pernah ditemui oleh orang yang mengaku sebagai staf khusus kementrian PPA. “Gak ada pak, kami gak ada didatangi dari staf kementrian,†kata Pangeran.
Sebelumnya, Sekretaris RSUD Pandan Jongga Hutapea yang dikonfirmasi KedaiPena.Com, Jumat (17/6) sore, juga mengakui hal yang sama. Ia tidak mengetahui keberadaan staf khusus kementrian PPA yang disebut-sebut telah diturunkan.
“Oh kalau saya belum ada, kebetulan pak Direktur (Sempakata Kaban-red) lagi di Jakarta, saya memang di Tapanuli Tengah, tapi tidak ada datang ke saya. Saya tidak tau pak, mana tau ke bidang pelayanan atau bidang medis,†kata Jongga.
Sementara itu, sekretaris pribadi Menteri Yohana Yambesi, Felicia yang dihubungi melalui pesan elektronik terkait siapa dan nomor telepon staf khusus yang diturunkan itu, belum memberikan jawaban. “Saya tanyakan ya mas,†jawab  Felicia singkat.
Diberitakan sebelumnya, saat ditemui di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (13/6) lalu, Menteri PPA Yohana Yembise mengaku telah mengetahui kasus dugaan malpraktek itu.
“Saya mengetahui kasus tersebut dari list kasus yang dikirim ke saya secara tertulis dan saat ini kami menunggu jawaban dari staf khusus yang kami kirim ke sana. Karena jelas kasus ini harus dikaji betul-betul, sebab kita tidak bisa menyalahkan orang kalau belum tahu hasilnya,†ungkap Yohana.
Yohana mengatakan, pihaknya akan mengeluarkan keputusan yang berlandaskan Undang-Undang Perlindungan Anak. Tentu, setelah kajian atas kasus tersebut telah diketahui.
“Mudah-mudahan jawaban itu segera datang dan kita akan langsung kordinasi dengan pihak terkait, karena seperti apapun kasusnya, negara tetap harus ada untuk anak,†tegas Yohana.
Diketahui, Enjelin adalah pasien di Rumah Sakit RSUD Pandan, Kabupaten Tapanuli Tengah. Usai menjalani proses operasi pada Senin (6/6) dan Selasa (7/6) kemarin, pelajar kelas II SMP itu akhirnya meninggal dunia.
Oleh pihak keluarga, kematian Enjelin menuai kecurigaan dan memunculkan dugaan adanya malpraktek dalam operasi yang dilakukan para dokter. Keluarga pun akhirnya melaporkan dugaan itu kepada Polres Tapanuli Tengah. Enjelin akhirnya dibawa ke RS Bhayangkara Medan untuk menjalani autopsi dan selanjutnya dikebumikan oleh keluarga, Sabtu (11/6) lalu. Sementara itu, pihak RSUD Pandan dalam beberapa keterangan resminya kepada wartawan, mengaku siap menghadapi pelaporan dan gugatan yang dilayangkan keluarga Enjelin.
(Dom)