KedaiPena.com – Permasalahan dunia yang kompleks, yakni perubahan iklim, pencemaran lingkungan dan kehilangan keanekaragaman hayati hanya dapat dihadapi dengan kolaborasi dan sinergi semua pihak untuk mengubah sistem kehidupan secara ambisius untuk lebih mengedepankan sistem sosial ekonomi yang lebih ramah lingkungan.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya menyatakan, Rapat Kerja Teknis Ditjen PPKL ini sangat penting, karena isu pencemaran yang menurut studi UN Environment merupakan salah satu dari magnitude yang setara dengan permasalahan perubahan iklim dan biodiversity.
“Oleh karena itu, saya ingin mengungkapkan rasa terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada semua pihak yaitu jajaran kementerian, pemerintah daerah, komunitas, business leaders, para aktivis dan para champion atas berbagai inisiatif dan instrumen yang sudah hadir, dikembangkan dan dapat diterapkan untuk berbagai kemajuan bagi kita dalam mengelola lingkungan,” kata Siti dalam Rapat Kerja Teknis, Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan yang bertema Co-elevation di Sheraton Yogyakarta, Rabu (15/3/2023).
Ia mengungkapkan pada penting adanya penyesuaian program Proper yang usianya sudah mencapai 20 tahun, terutama pada corrective action, terkait perubahan iklim.
“Karena perubahan iklim adalah tantangan terberat saat ini. Jadi dari hasil analisis Proper itu, kita bisa melihat hampir 200 juta CO2e bisa diturunkan emisinya, dari industri yang dipelajari,” tuturnya.
Menurut studi oleh UN (PBB) 2021, Siti menyebutkan ada tiga persoalan yang dihadapi planet, yang disebut triple planetary crisis, yakni perubahan iklim, pencemaran lingkungan dan kehilangan biodiversity.
“Masalah ini relevan dengan apa yang sedang dilakukan dan dilaporkan, juga sangat relevan dengan teorinya,” tuturnya lagi.
Siti menyebutkan secara teori, destruksi lingkungan dapat dilihat dari lima aspek, yaitu pencemaran udara dan atmosfer, pencemaran air, pencemaran tanah, pencemaran air laut, serta kondisi keanekaragaman hayati.
“Yang harus dilakukan oleh kita semua dan yang diidentifikasi oleh internasional adalah perlunya tindakan ambisius yang terkoordinir oleh pemerintah, bisnis dan semua orang, untuk mencegah dan membalikan dampak terburuk dari kualitas lingkungan dengan secara cepat mengubah sistem kehidupan termasuk energi, air, dan makanan,” kata Siti dengan tegas.
Ia menyatakan perubahan sistem sosial ekonomi berarti meningkatkan hubungan dengan alam, memahami nilainya dan menempatkannya di jantung pengambilan keputusan.
“Indonesia termasuk negara didepan dalam mengambil inisiatif ini, pada panel tingkat tinggi pertanian dan kehutanan yang merupakan agenda COFO ke-6 Roma pada 3 Oktober 2022 lalu, yaitu melalui Indonesia FOLU Net Sink 2030 untuk mencapai tingkat emisi GRK sebesar minus 140 juta ton CO2e pada 2030. Artinya, tidak lagi mengemisi tapi menyerap,” pungkasnya.
Laporan: Tim Kedai Pena