KedaiPena.com – Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar menyatakan Nexus Pangan-Air-Energi adalah kerangka konseptual yang mengakui keterkaitan nyata antara sistem air, pangan, dan energi.
Menteri Siti juga menyebutkan bahwa Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) menggambarkan hubungan ini sebagai pendekatan baru dalam mendukung ketahanan pangan dan pertanian berkelanjutan, serta sebagai sarana untuk memahami dan mengelola interaksi kompleks antara air, energi, dan pangan.
“Hubungan ini berfungsi untuk menyeimbangkan berbagai tujuan dan kepentingan pihak-pihak yang menggunakan sumber daya Pangan-Air-Energi, sekaligus menjaga integritas ekosistem melalui pengelolaan terpadu,” kata Menteri Siti dalam akun Instagram miliknya @siti.nurbayabakar, dikutip Rabu (1/5/2024).
Ia menyatakan Nexus Pangan-Air-Energi dibangun atas pilar-pilar disiplin ilmu yang sudah ada dan tidak menggantikan sama sekali platform Integrated Water Resources Management yang dikembangkan Global Water Partnership (GWP) Bank Dunia dan UNDP 1996.
“Keduanya masih digunakan dan saling melengkapi,” ungkapnya.
Menteri Siti menyatakan tantangan laten dalam pengelolaan air adalah kurangnya integrasi antara sektor-sektor yang berinteraksi dengan air di seluruh wilayah geografis dan dalam wilayah sungai yang luas.
“Bahkan sering kali bersifat lintas batas, melalui pengelolaan sumber daya air terpadu,” ungkapnya lagi.
Ia menjelaskan Nexus Pangan-Air-Energi menjadi penting atas dasar beberapa hal.
Pertama, 72 persen dari pengambilan air tawar digunakan oleh pertanian, 16 persen oleh industri, dan 12 persen oleh pemerintah kota.
Kedua, produksi pangan dan rantai pasokan menyumbang sekitar 30 persen dari total konsumsi energi global.
Ketiga, 90 persen pembangkit listrik global menggunakan air dalam jumlah banyak.
Keempat, Cooling Water pembangkit listrik bertanggung jawab atas 43 persen total pengambilan air tawar di Eropa, bahkan di beberapa negara bisa lebih dari 50 persen. Di Amerika Serikat hampir menyentuh 50 persen dan di Tiongkok mengambil lebih dari 10 persen batas penggunaan air nasional.
Kelima, permintaan air global diproyeksikan meningkat 20 hingga 30 persen pada tahun 2050, berdasarkan data yang disampaikan PBB pada tahun 2014.
“Terakhir, pada tahun 2035, pengambilan air untuk produksi energi dapat meningkat sebesar 20 persen dan konsumsi sebesar 85 persen. Hal ini didorong oleh peralihan ke pembangkit listrik dengan efisiensi lebih tinggi dengan sistem pendingin yang lebih canggih, dan peningkatan produksi biofuel,” tandasnya.
Laporan: Ranny Supusepa