SETELAH dipanggil Presiden Menristekdikti menyatakan akan memberi saksi Rektor Perguruan Tinggi yang menggerakkan mahasiswanya melakukan unjuk rasa. Dosen pun akan didorong agar diberi sanksi oleh Rektor.
Diharapkan para Rektor mengimbau mahasiswanya untuk tidak berunjuk rasa khususnya berkaitan dengan RUU yang dibahas DPR termasuk RUU Revisi KPK yang sudah diketuk palu pengesahannya.
Ancaman Mohamad Nasir ini menunjukkan sikap “sok kuasa”-nya seorang Menteri. Tanpa membedakan PTN dan PTS ancaman itu disampaikan. Terkesan “menjilat” atasan.
Sebelumnya sang Menteri juga pernah mewanti-wanti agar pimpinan Perguruan Tinggi memantau dosen dan mahasiswa yang terpapar faham radikalisme.
Menteri pendidikan tinggi telah mengambil kebijakan yang bertentangan dengan asas asas dan kultur kebebasan akademik. Menteri Pendidikan Tinggi bertindak seperti Menteri Politik dan Keamananan atau menjadi ketua BNPT.
Beberapa RUU yang dibahas memang kontroversial dan bernuansa kepentingan politik. Bukan hanya mahasiswa yang mengkritisi tetapi juga pimpinan Perguruan Tinggi dan Dosen.
Petisi banyak disampaikan. RUU KPK dan lainnya sudah menjadi “common sense” atas kelemahan mendasarnya sehingga aksi mahasiswa harus dianggap wajar dan tak boleh dihalangi.
Justru baiknya Pemerintah penuhi saja
tuntutan masyarakat dan mahasiswa. Memaksakan apalagi dengan cara mengancam seperti yang dilakukan Menristekdikti bukan penyelesaian.
Itu adalah gambaran dari arogansi kekuasaan. Mahasiswa akan melawan dan rektor pun tak akan mampu mengendalikan mahasiswanya.
Jika saja dipenuhi sebagian besar tuntutan aksi demo akan terhenti. Jika Pemerintah abai, maka aksi akan berlanjut dan isu dapat bergeser termasuk soal tuntutan penyelidikan tuntas mahasiswa yang dianiaya atau tewas. Mungkin muncul desakan untuk penggantian Kapolda atau Kapolri.
Di situasi yang perlu pendinginan khususnya terhadap aksi-aksi mahasiswa justru Menristekdikti akan mengambil langkah represif terhadap pimpinan perguruan tinggi. Ini sama saja dengan kebijakan melempar bensin ke tengah api.
Kadang Menteri orang pinter bisa bertindak sebaliknya jika memerankan diri bukan sebagai pengayom akademisi melainkan menjadi pelayan politisi. Atau menjadi politisi berkarakter pelayan.
Menteri Presiden Jokowi memang banyak yang aneh.
Oleh M Rizal Fadillah, Pemerhati Politik, Tinggal di Bandung