KedaiPena.com – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia mengungkapkan bahwa percepatan perizinan di sektor migas akan menjadi salah satu prioritas. Sebab proses perizinan untuk eksplorasi migas di Indonesia selama ini setidaknya membutuhkan 300 izin.
Ia mengungkapkan bahwa setidaknya terdapat beberapa fokus penataan dalam pengelolaan sektor hulu migas RI, salah satunya adalah peningkatan lifting minyak bumi. Saat ini, konsumsi minyak Indonesia mencapai 1,5-1,6 juta barel per hari, sedangkan produksi nasional hanya 600 ribu barel. Kondisi ini menyebabkan tingginya impor minyak dan berdampak pada devisa negara.
Untuk mengatasi masalah tersebut, Bahlil menyebutkan langkah-langkah yang diambil, seperti reaktivasi sumur-sumur idle dan penerapan teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR) pada sumur-sumur eksisting, seperti yang dilakukan Pertamina di Blok Rokan, Riau. Upaya ini diharapkan dapat meningkatkan produksi minyak dalam negeri.
Selain itu, percepatan perizinan di sektor migas juga menjadi prioritas Bahlil. Ia menyoroti lambatnya proses izin yang membutuhkan hingga 300 izin untuk eksplorasi migas.
“Bayangkan kalau satu izin satu hari, satu tahun baru kelar urus izin. Kalau satu izin bisa selesai dalam tiga hari, berarti 3 tahun hanya buat izin. Jadi bayangkan ketidakefektifan kita terhadap usaha hulu migas,” kata Bahlil, Senin (30/9/2024).
Bahlil menambahkan bahwa meskipun layanan perizinan di ESDM sudah berbasis Online Single Submission (OSS), sistem ini masih perlu penyederhanaan agar lebih efisien dan cepat. Penyempurnaan OSS akan menjadi bagian dari upaya Kementerian ESDM untuk mempercepat proses perizinan.
Ia pun menyoroti pentingnya meningkatkan porsi Energi Baru Terbarukan (EBT) dalam bauran energi nasional. Menurut data, Indonesia masih kekurangan 8,1 GW atau sekitar 8 persen dari target bauran energi 23 persen di tahun mendatang.
“Bauran EBT harusnya sudah 23 persen di tahun depan, kita masih kurang sekitar 8,1 GW, itu sama dengan kurang lebih sekitar 8 persen kekurangan kita,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa