KedaiPena.com – Kajian Insidental BEM Fakultas Ekonomi Bisnis, Universitas Indonesia yang berjudul Subsidi BBM Ala RI: Upaya Menjaga Daya Beli atau Langkah Menyiksa Diri? menyebutkan krisis energi global menyebabkan kenaikan harga Indonesia Crude Price (ICP), dimana pada Juli 2022 ditetapkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) adalah 106,73 Dollar Amerika, sangat jauh dibandingkan asumsi ICP pada APBN 2022, 63 Dollar Amerika per barrel.
Menteri ESDM, Arifin Tasrif menyampaikan berbagai krisis yang menimpa dunia, memiliki dampak langsung dan tidak langsung pada Indonesia.
“Seperti kasus BBM ini, asumsi sudah ditetapkan pada Agustus tahun sebelumnya, untuk menyusun anggaran. Asumsi ini mempertimbangkan kondisi pemulihan saat itu tapi tidak memprediksi adanya konflik, yang mengakibatkan kenaikan harga minyak dunia,” kata Arifin dalam sambutannya di Diskusi Taman Makara, Rabu (14/9/2022).
Asumsi pemerintah untuk harga minyak dunia adalah 63 Dollar Amerika per barrel. Sementara, harga minyak dunia rerata adalah 103 Dollar Amerika per barrel.
“Dan karena adanya pergerakan perekonomian, asumsi konsumsi Pertalite 23 juta kilo liter, ternyata menyentuh 29 juta kilo liter. Sementara Solar, yang diproyeksikan hanya 15 juta kilo liter, ternyata menyentuh 17 juta kilo liter,” urainya.
Hal ini mengakibatkan, subsidi dan kompensasi energi tahun 2022 yang sebesar Rp203 triliun, diperkirakan akan melonjak menjadi Rp502 triliun untuk jumlah Pertalite 23 juta kilo liter dan Solar 15 juta kilo liter.
“Kalau disesuaikan dengan potensi kenaikan konsumsi BBM, maka subsidi dan kompensasi akan bergerak ke Rp690 triliun. Semua ini sudah terbaca sejak Juni 2022. Tapi pemerintah masih mencoba mempertahankan,” urainya lagi.
Ia menekankan kondisi saat ini akan menjadi pelajaran besar bagi Indonesia untuk lebih mandiri dalam di sektor energi.
“Kita harus melakukan langkah-langkah kedepannya, agar Indonesia lebih mandiri dalam pengadaan dan keberadaan energi,” tandasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), Universitas Indonesian, Teguh Dartanto menyatakan penyesuaian harga BBM sudah dilakukan oleh setiap presiden Indonesia, kecuali Presiden BJ Habibie.
“Pihak yang menyetujui, didasarkan pada kenaikan harga minyak dunia yang mengakibatkan proyeksi subsidi BBM hingga Rp700 triliun. Sementara, yang menolak, mengemukakan akan memicu inflasi dan penurunan daya beli masyarakat. Sehingga menghambat pemulihan ekonomi nasional,” kata Teguh.
Ia menyatakan, diskusi oleh para akademisi, akan membantu memberi informasi kepada masyarakat terkait semua aspek yang terkait dalam penghitungan harga BBM.
“Intinya adalah adanya diskusi ilmiah akan mampu menghadirkan fakta dan data untuk merumuskan kebijakan strategis yang dapat membantu pemerintah untuk menyertai kebijakan kenaikan harga BBM ini,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa