KedaiPena.Com – Rezim Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak bisa dilepaskan dari sejumlah kebijakan impor. Di era pimpinan bekas Walikota Solo ini, keran impor sejumlah komodoti dibuka secara besar-besaran.
Salah satu komoditi favorit yang di impor oleh rezim Joko Widodo ialah beras. Tak tanggung-tanggung di tahun 2018 komoditi ini diimpor hingga 2 juta ton, padahal swasembada pangan menjadi cita-cita dari rezim ini.
Menteri Pertanian Kabinet Indonesia Bersatu era Presiden SBY, Anton Apriyantono mengakui banyak masalah di sektor pertanian Indonesia hingga pada akhirnya memilih jalur impor.
Anton begitu ia disapa menjabarkan salah satu masalah besar di sektor pertanian hingga berujung pada impor ialah ketersediaan lahan di Indonesia. Anton mengungkapkan bahwa lahan pertanian di Indonesia semakin minim.
“Sekarang masalah besar sektor pertanian kita yakni ada di lahan sawah. Lahan sawah kita saat ini belum cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat Indonesia,†ujar Anton saat berbincang dengan KedaiPena.com, di kantornya, bilangan Bintaro, Jumat (6/9/2018).
Anton meminta pemerintah maupun masyarakat dapat membuka mata dan menyadari bahwa lahan pertanian kita sudah tidak luas lagi untuk memproduksi hasil pertanian.
“Sekarang lahan pertanian kita tidak luas lagi kalau dibandingkan jumlah  penduduk lahan pertanian kita perkapitanya hanya 1/3 dari rata-rata dunia. 1/3 itu tidak normal. Harusnya sama-sama dengan rata-rata dunia,†beber Anton.
Ia melanjutkan seharusnya lahan pertanian yang dimiliki Indonesia bisa selaras dengan peningkatan pertumbuhan masyarakat.
“Jadi kita kekurangan terus kalau sawah-sawah dikonversi terus. Makanya kita akan impor terus karena kekurangan lahan,†ujar Anton.
Tak hanya itu, Anton juga menyindir, bahwa program-program milik Kementerian Pertanian saat ini terlalu memanjakan petani. Program-program tersebut, dinilai Anton, tidak berkelanjutan.
“Program pemerintah sedianya belum banyak yang tepat sasaran. Perlu diingat saya berhasil membuktikan Indonesia swasembada pangan tahun 2008- 2009, tidak impor. Berarti program saya tepat sasaran,†imbuh dia lagi.
“Selain itu persoalanya adalah program- program banyak yang tidak dilanjutkan setiap ganti rezim ganti program. Terlebih lagi program sekarang terlalu memanjakan petani. Padahal harusnya program itu yang jangka panjang ‘suistanable’ bukan ‘shortcut’ seperti itu,†sambung Anton.
Anton mencontohkan, seperti program subsidi pupuk yang menghabiskan anggaran hingga Rp35 trilliun. Program tersebut dikatakan Anton sangatlah tidak tepat.
“Subsidi pupuk setahun Rp35 triliun tapi kemudian irigasi ga dibangun. Program- program itu harusnya yang memiliki jangka panjang. Boleh bantu pupuk ya pupuk organik, kita sediakan fasilitasnya seperti sapi dan lain-lain kepada petani. Sayang waktu saya terakhir menjabat mentan, program saya yang buat pupuk itu tidak disetujui,†kecewa Anton.
Pada kesempatan tersebut, Anton juga mengaku heran dengan perbedaan data soal ketersediaan pangan yang dimiliki Kementerian Pertanian dengan Kementerian Perdagangan. Anton mengaku waktu zaman ia memimpin perbedaan tak pernah terjadi.
“Pada waktu itu kita punya koordinasi jadi ga ada perbedaan data ketika ya impor kita sudah koordinasi,†beber Anton.
Anton juga tak menampik perihal kabar soal keuntungan yang didapat dari dikeluarkannya kebijakan impor. Anton mengatakan bahwa memang ada keuntungan dari kebijakan impor tersebut.
“Dulu ada Kepala Bulog yang masuk penjara, saya tak usah sebut nama ya. Kalau sama dia saya suka ribut karena menunjukan data yang berbeda dan meminta untuk impor. Memang mungkin tujuanya untuk impor karena dapat duit,†tukas Anton.
“Namun saya gak tau pasti, tapi setahu saya ada keuntungan. Alhamdulilah-nya selama menjabat ga pernah ada yang datang ke saya untuk soal-soal itu, mungkin memang berani kayaknya,†tutup Anton sembari tertawa.
Laporan: Muhammad Hafidh