KedaiPena.Com – Menristekdikti M Nasir seusai bertemu Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan pada Kamis (26/9/2019), menyampaikan akan ada sanksi bagi rektor yang ketahuan menggerakkan aksi mahasiswa.
Sementara dosen yang ketahuan menggerakkan aksi Menristek mempersilahkan rektor memberi sanksi dengan mengatakan sanksinya akan keras berupa SP1, SP2. Bahkan bisa tindakan hukum.
Ubedilah Badrun, Ketua Asosiasi Program Studi Pendidikan Sosiologi dan Antropologi Indonesia (APPSANTI) menyatakan, bahwa Indonesia sejak kemerdekaannya memilih jalan sebagai negara demokrasi.
Sebagai negara demokrasi maka demonstrasi atau menyatakan pendapat dimuka umum adalah tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip negara demokrasi sebagaimana disebutkan dalam berbagai literatur teoritik tentang demokrasi.
Di antara literatur itu ditulis oleh Henry B Mayo dalam bukunya ‘An introduction to democratic theory’ (1960), S.P Varma dalam ‘Modern Political Throry ‘(1999), Robert Dahl dalam ‘On Democracy’ (1998), dan ilmuwan lainya hingga profesor politik Indonesia Miriam Budiarjo dalam Dasar-Dasar Ilmu Politik (2010).
“Maka pernyataan Menristekdikti telah menodai nilai-nilai demokrasi,” ujar Ubed, sapaannya kepada KedaiPena.Com, Jumat (27/9/2019).
Bahwa dalam konstitusi UUD 1945 secara jelas menyebutkan bahwa kedaulatan berada ditangan rakyat. Itu artinya Indonesia adalah negara Demokrasi. Dalam batang tubuh UUD 1945 pasal 28E ayat (3) dinyatakan dengan tegas bahwa “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”.
“Oleh karena itu demonstrasi mahasiswa justru dijamin oleh konstitusi UUD 1945. Menristekdikti mestinya memberi contoh bagaimana menyatakan pendapat melalui demonstrasi itu dijamin UUD 1945 bukan malah bertindak seperti pejabat kolonial yang pikiranya terlihat sangat polisionil, sedikit-sedikit sanksi,” kecewa Ubed.
Ubed lalu mendesak Menristekdikti untuk mencabut pernyataannya karena bertentangan dengan prinsip Universitas yang memegang teguh ‘Academic Freedom’ (Kebebasan Akademik). Dimana dalam kebebasan akademik dijamin untuk menyampaikan pendapat dan menunjukkan sikap kritis di muka umum demi kepentingan umum, kepentingan masa depan bangsa, kepentingan Indonesia.
“Demikian pernyataan ini kami sampaikan, agar Menristek mengoreksi ucapanya, mencabutnya dan meminta maaf,” tandas dia.
Laporan: Muhammad Hafidh