ANDAI kampus-kampus melarang mahasiswa unjuk rasa dan bagi yang melanggar larangan ini terancam ‘drop out’, maka kampus telah menerapkan sistem kehidupan otoriter khas negara komunis. Tidak salah jika kita menyebutnya sebagai kampus komunis.
Ancaman Menristekdikti kepada Rektor soal menggerakkan mahasiswa juga berlebihan karena sudah lazim bahwa mahasiswa bergerak atas inisiatif sendiri. Pimpinan universitas maksimum membiarkan kegiatan aksi yang masih dalam koridor gerakan moral. Atau memberi ‘support’.
Dihubungkan dengan aksi mengkritisi UU Revisi KPK jelas sejalan dengan petisi atau sikap perguruan tinggi baik pimpinan maupun dosen pada umumnya.
Aliansi Masyarakat untuk Keadilan Demokrasi menyatakan telah menerima puluhan laporan dari mahasiswa yang diancam DO oleh pimpinan di kampusnya. Diakui Aliansi masih melakukan klarifikasi dan pendalaman.
“Kebringasan” Menristekdikti Mohamad Nasir terhadap “radikalisme” dan aksi mahasiswa dengan ancaman pada para Rektor menunjukkan nuansa politis yang lebih kental ketimbang akademis.
Menristekdikti rasa Menhankam zaman Orba atau BNPT.
Unjuk rasa dijamin Konstitusi Pasal 28 UUD 1945 dan UU No 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyatakan Pendapat di Muka Umum. Dengan demikian jika Rektor sampai melarang atau mengancam DO di samping melanggar UUD dan UU juga wujud sikap otoriter tersebut. Lagi pula kegiatan mahasiswa di luar kampus adalah di luar tanggung jawabnya.
Jika mahasiswa dikekang untuk dilarang melakukan demonstrasi, maka kampus juga telah melakukan pendidikan mentalitas budak pada mahasiswanya. Ini tak baik untuk masa depan anak didik yang diarahkan mampu menjadi pemimpin di masyarakat atau negara kelak.
Sebagai agen perubahan sosial baik perguruan tinggi maupun mahasiswa harus memiliki jiwa berani dalam menerobos dan mengubah keadaan atau sistem.
Negara Indonesia dimerdekakan dengan jiwa berani oleh kaum terdidik. Andai the ‘founding father’ bermental budak, tak mungkin kemerdekaan didapat. Perubahan sosial politik dari Orla ke Orba dan dari Orba ke orde Reformasi dirintis dan didukung oleh aksi-aksi mahasiswa dan pelajar.
Karenanya potensi ini tak mungkin dinafikan. Sesungguhnya hanya perilku otoriter dan diktator semata yang membungkam aksi unjuk rasa mahasiswa.
Indonesia bukan negara komunis, tak boleh ada kebijakan yang berbau komunis. Tak boleh ada kampus komunis. Unjuk rasa mahasiswa adalah manifestasi dari jiwa berani dan merdeka. Di tangan merekalah esok negeri ini dikelola dan dibawa.
Oleh M Rizal Fadillah, Pemerhati Politik, Tinggal di Bandung