KedaiPena.Com – Gerakan Mahasiswa 77/78 menolak segala bentuk pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Perwakilan aktivis, Syafril Sofyan mengatakan, pihaknya mengikuti secara seksama kondisi dan perkembangan yang terjadi berupa kemelut lembaga negara KPK RI, akibat adanya revisi UU KPK.
Dia mencermati, terjadi reaksi yang keras di kalangan masyarakat, mengingat revisi UU KPK ini cacat formal karena tidak masuk dalam daftar prolegnas prioritas 2019.
“Sangat kuat kesannya untuk kejar tayang dan dipaksakan pada akhir masa jabatan DPR-RI, tidak dilibatkannya elemen masyarakat sipil dan pimpinan KPK dalam pembahasan revisi UU KPK merupakan kesalahan fatal DPR dan Pemerintah Jokowi saat ini. Menimbulkan reaksi dari pimpinan KPK yang masih formal menjabat,” kata dia, kepada KedaiPena.Com ditulis Selasa (17/9/2019).
Mengingat KPK didirikan merupakan amanah rakyat Indonesia di era reformasi sebagai lembaga tinggi negara yang bersifat ‘extraordinary’ yang berfungsi sebagai lembaga tinggi Negara sebagai pemberantas korupsi. Berbeda dengan lembaga biasa seperti kepolisian dan kejaksaan.
“Kami mengingatkan kepada Presiden RI dan DPR-RI untuk berhati-hati dalam melakukan revisi UU KPK yang berakibat terhadap melemahnya fungsi KPK dalam memberantas korupsi,” tegas dia.
Safril menambahkan, pihaknya meminta DPR-RI dan Presiden Jokowi untuk melakukan revisi UU KPK RI tidak terburu-buru dengan mengikuti prosedur secara benar dan melibatkan pimpinan lembaga Negara KPK untuk ikut dalam pembahasan.
“Lakukan revisi secara terbuka mengikut sertakan masyarakat anti korupsi dan para ahli serta akademisi. Presiden Jokowi lebih baik menghentikan pembahasan Revisi UU KPK untuk sementara waktu, sehingga proses pembahasan bisa berjalan secara benar dan baik oleh DPR yang baru,” pintanya.
Proses revisi UU KPK, oleh DPR dan Presiden RI dilakukan secara terpaksa dan terburu-buru serta tertutup dengan tidak mengindahkan kaidah proses demokrasi, ternyata melemahkan fungsi-fungsi KPK. Gerakan 77/78 mengajak seluruh elemen masyarakat Indonesia menolak UU tersebut dan mengajukan mosi tidak percaya terhadap DPR-RI dan Pemerintah.
“Sebagai lembaga tinggi Negara yang independen dengan tugas yang sangat khusus, merupakan keharusan bagi semua Komisioner KPK terpilih untuk mengundurkan diri dari jabatan dan kesatuan yang dia sandang. Jika tidak, komisioner yang bersangkutan harus mengundurkan diri dari KPK atau diberhentikan. Untuk hal tersebut Presiden harus punya ketegasan dan keberpihakan terhadap pemberantasan korupsi,” desak Syafril.
Laporan: Muhammad Lutfi