KedaiPena.Com – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Republik Indonesia, Luhut Binsar Panjaitan, menegaskan bahwa sudah saatnya Pemerintah memiliki 51 % saham perusahaan PT Freeport Indonesia.
Demikian dikatakan Menko Luhut, saat menanggapi polemik Pemerintah Indonesia dengan perusahaan tambang asal Amerikat Serikat tersebut.
“Sudah waktunyalah setelah 50 tahun mereka mengelola Freeport, masa Indonesia tidak boleh 51%,” kata Menko Maritim, Luhut Panjaitan, di Jakarta, Selasa (21/2).
Menurut Luhut, jika Freeport dapat mengikutisemua persyaratan yang diberikan oleh Pemerintah Indonesia. Maka tidak akan ada polemik panjang seperti saat ini.
Karena, kata Luhut, selama
ini Freeport hanya memberikan 60% kontribusinya kepada negara dengan Rp 214 triliun dalam 25 tahun, padahal batu bara itu 80%-85% berkontribusi pada pemerintah.
“Kan enggak bisa digituin. Mungkin mereka (Freeport) berpikir mindset lama mengenai Indonesia,” papar Luhut.
Indonesia, lanjut Luhut, saat ini tidak bisa diremehkan. Karena, saat sudah banyak memliki putra-putri yang mampu menjalankan tambang sekelas Freeport.
“Sekarang itu kan putra putri Indonesia yang terbaik banyak yang lulusan dari ITB, ITS, UGM kerja di sana, mereka yang menjalankan itu. Dari ITB saja ada 500 orang lebih, dan mereka siap untuk menjalankan itu, masa tidak bisa,” beber dia.
“Apa sih teknologi yang tidak bisa dicari, jadi kita jangan men-downgrade-kan bangsa kita sendiri, jadi kebanggaan kita nasionalisme kita masa kita negara berdaulat mau didikte, salah kita di mana ? Salahnya di mana? Kita coba cari-cari salah kita, kurang kita, enggak ketemu juga,” pungkas dia.
Sekedar Informasi, Klausul Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang diajukan pemerintah ditolak Freeport, karena ada kewajiban divestasi saham 51%. Freeport hanya mau divestasi hingga 30% dan tidak mau menyerahkan saham mayoritasnya ke Indonesia.
Pihak Freeport mengancam akan membawa masalah ini ke Arbitrase Internasional, bila tidak ada titik temu. Pemerintah menyatakan siap menghadapi gugatan tersebut.
Laporan: Muhammad Hafidh