KedaiPena.Com – Tindakan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang menerbitkan global bond sebesar US$ 4,3 miliar dalam 3 bentuk surat berharga global yaitu Surat Berharga Negara (SBN) seri RI1030, RI 1050, dan RI0470 dinilai akan membebani generasi mendatang.
Hal tersebut disampaikan oleh Analis dari Pergerakan Kedaulatan Rakyat, Gede Sandra yang merespon penerbitan global bond terbesar sepanjang sejarah RI tersebut, lantaran bertenor sangat panjang, mencapai 50 tahun.
“Kasihan generasi Indonesia kelak yang menanggung, bila bunga ketinggian. Seharusnya jangan gunakan pilihan utang, apalagi meminjam menggunakan global bond dalam USD yang memiliki bunga yang terlalu tinggi. Bunga kupon yang diberikan oleh pemerintah Indonesia dalam peluncuran global bond sebesar USD 4,3 miliar adalah 3,8-4,45% dalam USD. Ini masih ketinggian,” kata Gede kepada KedaiPena.Com, Kamis, (9/4/2020).
Gede menuturkan bahwa sebagai patokan adalah US treasury (Kemenkeu AS) yang saat ini, yield untuk bond 10 tahun di 0,7%, mereka tawarkan kupon 1,5%.
Hal tersebut, kata Gede, menunjukan bahwa bunga yang diterbitkan oleh Pemerintah Indonesia 2,3-3% di atas US Treasury.
“Bagaimana bisa saya katakan ketinggian? Sebagai perbandingan atas, pemerintah Cina kabarnya akhir tahun 2019 berencana menerbitkan global bond dalam USD sebesar USD 6 miliar dengan kupon untuk bond 10 tahun di kisaran 0,4% di atas US Treasury,” ungkap Gede.
Tidak hanya itu, Gede menjelaskan, sebagai perbandingan bawah Filipina, negara yang kredit rating-nya di bawah Indonesia, tahun 2019 memberikan bunga 3,75% untuk global bond sebesar USD 1,5 miliar bertenor 10 tahun.
“Seharusnya Indonesia dapat memberikan bunga kupon di bawah Filipina, meskipun tidak serendah Cina. Mungkin di kisaran 2-3% lah, sekitar 0,5-1,5% di atas US Treasury,” papar Gede.
“Meskipun hanya 1%-2%, nilainya sangat besar, apalagi bila kita pinjam dalam USD. bisa-bisa kena masalah tambahan selisih kurs di masa depan saat Rupiah terus jatuh terhadap USD,” tambah Gede.
Dengan kondisi demikian, Gede meminta, agar Sri Mulyani dapat bertindak dengan bijak. Gede pun mengingatkan, bahwa pada era pemerintahan SBY yang pertama Sri Mulyani selaku Menkeu juga meminjam dalam global bond dalam bunga yang terlalu tinggi.
“Dalam periode tahun 2006-2010, terhitung Srimul (Menkeu Sri Mulyani) menerbitkan utang global bond sebesar USD 11,4 miliar dengan bunga berkisar 5,8-11,6%. Hampir 3 kali lipat jumlah yang diterbitkan sekarang. Sebagian dari global bond berbunga tinggi yang dibuat Srimul dahulu itulah yang membuat anggaran negara untuk membayar bunga meningkat dari tahun ke tahun dan kita rasakan hingga saat ini,” pungkas Gede.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati untuk kali pertama dalam sejarah Indonesia menerbitkan Surat Utang Negara (SUN) bertenor sangat panjang, yakni mencapai 50 tahun.
SUN itu diterbitkan guna memenuhi kebutuhan pembiayaan anggaran, termasuk untuk menghadapi wabah virus Corona atau (Covid-19).
Sri menerbitkan SUN dengan tiga seri berdenominasi dolar AS, yakni seri RI1030, RI1050 dan RI0470. Total nominal yang berhasil diraup sebesar US$4,3 miliar, terdiri dari masing-masing US$1,65 miliar tenor 10,5 tahun, US$1,65 miliar tenor 30,5 tahun dan US$1 miliar untuk 50 tahun.
“Sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang No. 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara, Menteri Keuangan menetapkan hasil transaksi penjualan SUN dalam valuta asing,” kata Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan Rahayu Puspasari dikutip dari keterangannya, kemarin.
Pembiayaan APBN melalui mekanisme pasar, kata Rahayu, merupakan upaya Pemerintah untuk tetap menjalankan kebijakan fiskal secara kredibel, disiplin, dan berkelanjutan di tengah kondisi perekonomian global yang bergejolak, terutama seperti saat ini yang disebabkan wabah Covid-19.
Laporan: Muhammad Hafidh