KedaiPena.Com – Sangat beresiko bagi masa depan ekonomi Indonesia bila Sri Mulyani tetap dipertahankan sebagai Menkeu. Karena, kemampuannya memprediksi masa depan ekonomi dipertanyakan. Padahal, hal ini adalah keahlian yang seharusnya dimiliki para ekonom.
Demikian disampaikan pemerhati kebijakan publik Bambang Susanto Priyohadi di Jakarta, ditulis Kamis (25/12/2020).
“Berbekal data dan analisa, seharusnya bisa melakukan prediksi. Apalagi, khusus untuk Sri Mulyani, dia lebih beruntung dari banyak ekonom lain, karena juga berada pada posisi pengambil kebijakan,” kata Bambang.
Sri Mulyani, lanjut dia, yang juga bisa dikatakan sebagai kepala ekonomi negara, telah berkali-kali salah memprediksi pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun 2020.
“Tiga kali prediksi Sri Mulyani dipatahkan BPS. Awalnya Sri Mulyani Indrawati sempat memprediksikan ekonomi Indonesia pada kuartal I-2020 bakal tumbuh di level 4,5%-4,7%. Sayangnya perkiraan tersebut jauh meleset. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya sebesar 2,97% pada kuartal I-2020,” paparnya.
Kemudian, pada bulan Juli 2020 Sri Mulyani memprediksi pertumbuhan ekonomi semester I akan berada di kisaran minus 1,1 persen hingga minus 0,4 persen. Nyatanya menurut BPS pertumbuhan ekonomi semester I minus 5,32 persen.
“Pada bulan Oktober 2020, Sri Mulyani kembali memprediksi pertumbuhan ekonomi kuartal ke III 2020 akan berada pada minus 2,9 persen hingga minus 1,1 persen. Nyatanya pertumbuhan ekonomi kuartal III 2020 menurut BPS ada di minus 3,49 persen,” Bambang menegaskan.
Kemudian, mungkin sebelum prediksinya dipatahkan BPS untuk yang keempat kalinya, dua hari lalu Sri Mulyani merevisi sendiri proyeksinya atas pertumbuhan ekonomi tahun 2020.
Awalnya dia memprediksi pertumbuhan ekonomi tahun 2020 akan ada di minus 1,1 persen hingga positif 0,2 persen. Akhirnya direvisinya sendiri, bahwa ekonomi 2020 bisa kontraksi hingga minus 2,9 persen.
“Mau dibawa kemana ekonomi Indonesia bila masih dipimpin seorang ekonom yang telah tiga kali salah prediksi?” tandas Bambang.
Laporan: Muhammad Lutfi