KedaiPena.com – Jelang akan dimulainya Perdagangan Bursa Karbon, yang ditargetkan perdana pada September 2023, Kementerian Keuangan menyatakan masih mempersiapkan aturan pajak karbon untuk memperkuat Bursa Karbon.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan belum tentu pajak karbon langsung diterapkan. Karena masih banyak faktor yang akan menentukan pemberlakuannya.
“Masih kita lihat bersama-sama nanti,” kata Sri Mulyani di kawasan The Energy Building, SCBD, Jakarta, Selasa (9/5/2023).
Ia menjelaskan salah satu faktor yang menentukan penerapan pajak karbon adalah geliat pergerakan ekonomi. Jika gerak ekonomi mulai cepat otomatis karbon atau CO2 yang dihasilkan juga turut meningkat.
“Nah kita lihat nanti dari sisi ekonomi kita mungkin kalau momentum pemulihannya cukup robust dan kuat berarti cukup baik. Walaupun kita tetap waspada dengan lingkungan global, komitmen terhadap climate change,” ucapnya.
Sri Mulyani mengatakan bahwa pajak karbon nantinya bukan hanya sekedar menjadi instrumen untuk menambah penerimaan negara, namun juga lebih kepada program climate change.
“Kami masih terus berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga lain untuk penyiapan bursa karbon,” ucapnya lagi.
Pajak karbon sendiri telah tertuang dalam Undang-Undang (UU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang disahkan pada 7 Oktober 2021 dalam Rapat Paripurna DPR.
Sebagai tahap awal, pajak karbon akan diterapkan pada sektor PLTU batubara dengan menggunakan mekanisme pajak berdasarkan pada batas emisi (cap and tax). Tarif Rp30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e) diterapkan pada jumlah emisi yang melebihi cap yang ditetapkan.
Dalam mekanisme pengenaannya, wajib pajak dapat memanfaatkan sertifikat karbon yang dibeli di pasar karbon sebagai pengurangan kewajiban pajak karbonnya.
Laporan: Ranny Supusepa