KedaiPena.Com – Pernyataan Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati yang menyoroti kondisi generasi muda Indonesia yang terancam tak bisa membeli rumah dapat diartikan sebagai kegagalan Pemerintah mengatasi masalah perumahan.
Demikian disampaikan Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) dalam keterangan kepada Kedai Pena, ditulis Minggu (10/7/2022).
“Pemerintah gagal menyediakan kebutuhan rumah hunian,” tegas dia.
Di sisi lain, swasta tidak tertarik membangun rumah hunian karena daya beli masyarakat sangat lemah. Jumlah rakyat miskin 150,2 juta orang (2018), dengan pendapatan di bawah Rp30.517 per hari per orang.
“Daya beli lemah dapat dilihat dari banyaknya stok rumah hunian yang kosong alias belum laku, juga terjadi di Jabodetabek,” ujar dia.
Pemerintah, lanjut Anthony, gagal meningkatkan pendapatan masyarakat agar mampu membeli rumah, atau setidaknya bisa kredit, agar bisa hidup mandiri.
“Harga tanah naik terus akibat lahan dikuasi segelintir korporasi properti yang bisa “tentukan” harga. Pemerintah gagal membuat harga tanah stabil dan terjangkau, harga tanah malah naik lebih tinggi dari gaji, rumah semakin tidak terjangkau. UU Cipta Kerja bisa semakin menghambat,” tandasnya.
Sebelumnya, Menkeu Sri Mulyani mengungkapkan, backlog perumahan tercatat sebesar 12,75 juta. Itu artinya, yang antre membutuhkan rumah apalagi Indonesia demografinya masih relatif muda, generasi muda ini akan berumah tangga, membutuhkan rumah, tapi tidak memiliki cukup uang untuk mendapatkan rumah.
“Purchasing power mereka (generasi muda) dibandingkan harga rumahnya lebih tinggi, sehingga mereka akhirnya end-up tinggal di rumah mertua, atau sewa. Itu pun kalau mertuanya punya rumah juga, kalau enggak punya rumah, itu juga jadi masalah lebih lagi, menggulung per generasi,” ungkap Sri Mulyani.
Laporan: Muhammad Lutfi